JAKARTA, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan bahwa komunikasi antarpartai politik harus terus dilakukan selama Ramadhan. Khususnya komunikasi terkait wacana koalisi besar.
“Komunikasi harus digelar yah, silaturahmi ketemu bilateral atau multilateral kurang lebih begitu antara dua partai atau multipartai. Ketemu kita harus akan sering dorong terus,” ujar Habiburokhman di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/4).
Ia menilai, seluruh ketua umum partai politik yang hadir dalam acara silaturahim nasional Partai Amanat Nasional (PAN) memiliki semangat yang sama ihwal koalisi besar. Sebab, membangun Indonesia tak bisa dilakukan hanya oleh satu atau dua kelompok saja. “Pak Jokowi dan parpol punya semangat yang sama, frekuensi yang sama bahwa kita perlu kebersamaan,” ujar Habiburokhman.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli menilai kerja sama antarpartai politik untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024 sangatlah dinamis. Bahkan, ia menilai bahwa pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB0 dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) hanyalah tes ombak saja.
“Partai-partai dengan membentuk KIB dan KKIR masih dan dinamis, hal karena terkait dengan sosok capres dan pragmatisme partai-partai. Mereka sebenarnya dalam gercep (gerak cepat) membentuk koalisi tadi hanya tes ombak aja,” ujar Romli saat dihubungi, Senin (3/4).
Ia menilai, elite-elite partai politik, khususnya yang berada dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin hanya ingin Pilpres 2024 diikuti oleh dua pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres). Adapun slot pertama sudah diisi oleh Anies Rasyid Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Perbaikan.
Hal tersebutlah yang mendasari wacana koalisi besar antara Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kelima partai itu dinilai hanya ingin mengamankan kekuasaannya di pemerintahan selanjutnya.
“Dengan lima partai tersebut akan membangun koalisi besar, bisa jadi nanti hanya dua pasang capres. Tampaknya para elite partai tidak mau memanfaatkan coattail effect dari pemilu serentak, mereka lebih tergiur dengan kemenangan dan kekuasaan yang nanti mereka dapat,” ujar Romli.
“Akhirnya rakyat di-fait accompli (keadaan yang dihadapi), tidak beri pilihan terhadap banyak kandidat,” sambungnya.