Ilmuwan UNAS: Harus Ada Landasan Riset Dalam Merubah Regulasi

banner 468x60

Jakarta, Ilmuwan Politik Pasca Sarjana Universitas Nasional (Unas) Dr. TB Massa Djafar menilai polemik dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Tidak bisa menghentikan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2022-2023 mendatang. Karena, tidak memiliki landasan yang kuat.

Koordinator Program Doktor ini membandingkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2020, yang memiliki urgensi sangat penting seperti pandemi Covid-19. Karena, menyangkut keselamatan rakyat.

Read More
banner 300x250

“Buktinya ketika pemilihan kepala daerah tahun 2020. Saya menentang karena ada landasan yang kuat yaitu Covid-19 jika pilkada tahun 2022 ini apa urgensinya, sehingga di tunda, jika memang tidak ada maka UU Tersebut harus di revisi karena tidak memiliki landasan kuat. Sekarang coba lihat covid sangat meningkat tajam asal usulnya yaitu dari pilkada ini tadi karena menyebabkan kerumunan,” Kata Dr. TB Massa saat di hubungi Via Tlpon. Pada Kamis, 28/01/2021.

Ia melanjutkan, partai-partai yang menolak Pilkada dilangsungkan tahun 2022, tidak melakukan riset terlebih dahulu, tentunya itu hanya bersifat subyektif dalam berpendapat. Dan apa bila sudah menjadi isu publik. Maka, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan riset, agar opini-opini dari partai tidak menyebabkan kerancuan di ranah publik.

“Setuju atau tidaknya itu lansadasannya apa, mestinyakan ada pada satu riset yang dirujuk, jikalau memakai cara ini terus sistem demokrasi kita itu tidak pernah lahir dari suatu sistem yang bisa menguatkan proses-proses politik, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus melakukan riset, agar opini-opini dari partai tidak menyebabkan kerancuan di ranah publik. ” ujar Dr. TB Massa.

“Tugas Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah menjelaskan, dengan merujuk kepada riset yang mendalam dan menjelaskan implikasi dari ditundanya Pilkada 2022. Karena, pembinaan politik berada tanggung jawab Mendagri dan tidak hanya mengikuti keinginan Partai Politik,” sambungnya.

Selain itu. Ia menjelaskan, bila pemerintah merubah regulasi harus memiliki perubahan yang fundamental dalam setiap pergantiannya misalnya. Sistem demokrasi lebih baik, kualitas pilkada semakin demokratis, menghasilkan kepala daerah berkompeten dan menghasilkan perubahan dari sisi ekonomi.

“Jika menyangkut regulasi maka kepentingan yang lebih besar harus diperhatikan, seperti regulasi yang dirubah harus memperkuat sistem demokrasi, kualitas pilkada lebih bagus dan baik, kemudian hasil pelaksanaan pilkada itu kita mendapatkan kepala-kepala daerah yang betul-betul berkualitas. Dan yang paling penting adalah perubahan dalam pembangunan terutama dalam segi ekonomi, jauh lebih baik, sehingga masyarakat mendapatkan harapan dalam pemilihan pilkada yang berlangsung,” tambahnya.

Sebelumnya, pemerintah tidak akan melaksanakan pilkada 2022-2023 dan akan dilansungkan secara serentak pada 2024 mendatang, berbarengan dengan Pemilihan Presiden dan Legislatif, sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Tahun 2016.

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply