JAKARTA, Pemerintah akan segera memulai kebijakan pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan pada akhir tahun 2025. Kebijakan ini diambil untuk memastikan masyarakat tidak mampu tetap dapat mengakses layanan kesehatan tanpa terkendala tunggakan iuran.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengungkapkan, proses pemutihan akan dilakukan secara bertahap setelah melalui mekanisme verifikasi data dan registrasi ulang peserta BPJS Kesehatan.
“Otomatis, dengan sendirinya tanggungan itu akan diambil alih oleh BPJS Kesehatan. Akhir tahun ini untuk BPJS Kesehatan,” ujar Cak Imin usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/11/2025) malam.
Cak Imin menjelaskan, tidak semua peserta akan otomatis mendapat penghapusan tunggakan. Ada sejumlah syarat utama yang harus dipenuhi agar peserta bisa memperoleh manfaat pemutihan, yakni:
-
Terdaftar dalam Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN),
-
Beralih menjadi Peserta Bantuan Iuran (PBI),
-
Termasuk dalam kelompok masyarakat tidak mampu,
-
Peserta dari kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang sudah diverifikasi pemerintah daerah.
“Pemutihan utang peserta BPJS Kesehatan akan dilakukan melalui registrasi ulang. Dengan registrasi ulang ini, peserta akan aktif kembali dan bisa mendapatkan layanan,” jelasnya.
Menanggapi kebijakan ini, anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menekankan pentingnya verifikasi data yang ketat dan transparan agar kebijakan pemutihan tidak disalahgunakan.
“Pemutihan boleh dilakukan untuk yang memang tidak mampu, tetapi data peserta harus diverifikasi dengan baik dan terbuka. Pemerintah harus memastikan tidak ada potensi penyalahgunaan atau fraud,” ujar Netty dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
Ia juga mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak menimbulkan rasa ketidakadilan bagi peserta yang selama ini disiplin membayar iuran BPJS Kesehatan.
“Prinsip keadilan sosial harus dijaga. Peserta yang tidak mampu perlu dibantu, tetapi jangan sampai menurunkan semangat kepatuhan peserta lain,” imbuhnya.
Berdasarkan data pemerintah, total tunggakan iuran BPJS Kesehatan mencapai lebih dari Rp 10 triliun, sebagian besar berasal dari peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kondisi ini dinilai menunjukkan perlunya pembenahan sistem pembayaran, terutama bagi pekerja sektor informal yang tidak memiliki mekanisme potong gaji otomatis.
Netty menegaskan, kebijakan pemutihan tidak boleh diartikan sebagai “penghapusan tanggung jawab” peserta, melainkan sebagai langkah kemanusiaan yang harus diikuti dengan reformasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“BPJS Kesehatan adalah instrumen penting bagi perlindungan sosial nasional. Setiap kebijakan harus menjamin keberlanjutan program, menjunjung keadilan, dan bebas dari praktik kecurangan,” tegasnya.






