Kenaikan harga komoditas ini menjadi peluang, karena keuntungan dari penjualan komoditas bisa lari ke sektor properti
JAKARTA, Beberapa emiten di sektor properti yakni PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Cowell Development Tbk (COWL) dan PT Hanson International Tbk (MYRX) diputus pailit. Hal ini menimbulkan tanya mengenai bisnis properti di Tanah Air. Bagaimana kondisinya?
Pengamat Properti Ali Tranghanda menjelaskan, secara umum pasar properti di Indonesia masih cukup besar peluangnya. Meski ada ancaman krisis global, menurutnya, dampaknya terhadap bisnis properti di Tanah Air tidak terlalu signifikan. Sebab, kondisi ekonomi Indonesia relatif baik.
“Kita lihat fundamentalnya bagus nggak, saat ini saya lihat masih aman-aman saja dan 98% lebih pembeli properti Indonesia orang lokal Indonesia. Jadi kita nggak nakutin,” katanya, Jumat (7/10/2022).
Justru, kata dia, dengan adanya krisis global mendorong kenaikan harga komoditas. Kenaikan harga komoditas ini menjadi peluang, karena keuntungan dari penjualan komoditas bisa lari ke sektor properti.
“Artinya ada uang berpotensi untuk masuk ke properti, meskipun inflasi tinggi. Iya, inflasi tinggi sebetulnya kalau masih terkendali nggak masalah, kalau inflasi nggak ada berarti negara nggak bertumbuh,” ujarnya.
Menurutnya, perusahaan pailit tergantung dari kondisi arus kas atau cashflow-nya. Ia tak menepis, memang ada beberapa proyek yang kurang bagus.
“Memang saya lihat meskipun itu perusahaan-perusahaan emiten yang membuat projectnya itu tanpa research, asal bangun, tanpa memperhitungkan risiko, ini yang kadang-kadang membuat tingkat kepercayaan masyarakat pun turun,” ujarnya.
Ia pun menilai, pailitnya sejumlah emiten properti tak mencerminkan kondisi bisnis properti secara umum. “Betul, karena banyak faktor yang terkait di sana, tidak hanya market saja, mungkin ada proyeknya nggak bagus, atau internal perusahaannya dari sisi funding, utang dan segala macam,” jelasnya.
Senada, Pengamat Properti Panangian Simanungkalit mengatakan, pailitnya ketiga perusahaan tersebut bukan karena kondisi pasar. Namun, karena masalah internal perusahaan.
“Kepailitan ketiga pengembang ini lebih disebabkan karena masalah keuangan internal perusahaan. Artinya bukan karena kondisi pasar properti saat ini,” jelasnya.
Ia pun mengatakan, sektor properti dalam tahap pemulihan. Ia menambahkan, saham-saham perusahaan properti mulai naik yang menjadi tanda adanya peningkatan penjualan dan laba.
“Memang harus diakui sektor properti saat ini masih dalam proses pemulihan, menuju kebangkitannya mulai tahun depan. Tetapi harga-harga saham properti di kuartal II ini justru sudah mulai naik. Ini menandakan adanya peningkatan penjualan dan laba perusahaan-perusahaan pengembang skala besar di kuartal II tahun ini,” katanya.
“Dan saya perkirakan kenaikan tingkat penjualan dan laba ini akan terus meningkat di kuartal III dan IV tahun ini. Salah satu pendorongnya adalah pertumbuhan PDB kuartal I dan II rata mencapai 5,3 %. Dan ini masih akan berlanjut di kuartal III dan IV pada tahun ini,” sambungnya.