Pengamat: Masuk 10 Besar Capres, Demokrat Harus Kapitalisasi AHY

Nama kader Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono masuk 10 besar tokoh yang berpotensi dipilih masyarakat sebagai calon presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil survei yang dilakukan Politika Research and Consulting (PRC) dan Parameter Politik Indonesia (PPI).

Menanggapi survei itu, Direktur Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Ahmad Khoirul Umam menyebut nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan menjadi pilihan paling rasional untuk dipilih sebagai Ketua Umum Demokrat berikutnya demi menjaga efektivitas mesin politik dan elektabilitas partai di pemilu-pemilu mendatang.

Read More

“Pilihan rasional itu didasarkan pada beberapa faktor. Pertama, AHY secara konsisten telah menjadi simbol representasi tokoh PD di hampir semua survei kepemimpinan nasional,” kata Umam ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa malam.

Menurut Umam, realitas politik itu perlu dikapitalisasi oleh Partai Demokrat, sebab hadirnya figur sentral dalam struktur organisasi partai politik akan memudahkan partainya untuk mengkonsolidasikan kekuatan politik.

Apalagi setelah Ketum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Presiden RI keenam mengisyaratkan akan “mandito ratu” atau melengserkan diri dari hingar-bingar dunia politik di Indonesia.

Spekulasi tentang siapa calon pemimpin partai penguasa pada periode 2004-2014 itu pun mulai bermunculan dan ini menjadi hal yang krusial.

Menurut Umam, Partai Demokrat harus menghindari potensi faksionalisme, dan konflik internal akibat kompetisi kepemimpinan internal, sebagaimana yang terjadi di Partai Amanat Nasional (PAN) beberapa waktu lalu.

“Regenerasi kepemimpinan di internal PD ini sangat krusial. Sebab, hal itu berimplikasi langsung terhadap dinamika elektabilitas PD,” kata Umam.

Pada Pemilu 2004, PD mengawali debutnya dengan perolehan 7 persen suara nasional. Selanjutnya, Pemilu 2009 menjadi puncak kejayaan PD dengan memperoleh suara 20.85 persen, sebagai hasil efek ekor jas (coat-tail effect) dari tingginya kepuasan publik terhadap pemerintahan SBY periode pertama (2004-2009).

Tapi setelah SBY purna-tugas, Partai Demokrat dihadapkan pada tantangan tidak adanya figur utama dalam konstalasi Pilpres 2014 dan 2019. Sehingga perolehan suaranya melorot hingga 10 persen pada Pemilu 2014 dan 7,7 persen pada Pemilu 2019.

Hadirnya AHY sebagai Ketua Umum akan berpotensi meningkatkan daya tarik politik (political engagement) Partai Demokrat pada kelompok pemilih milenial yang diprediksi jumlahnya akan terus bertambah seiring menguatnya fenomena bonus demografi hingga tahun 2030 mendatang.

Kedua, safari politik yang dilakukan AHY ke sejumlah daerah dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan konsolidasi intern partai, sekaligus meraup dukungan yang kuat dari struktur pengurus PD di daerah.

Ketiga, Umam melihat bahwa partai-partai politik lain masih mempertahankan status quo dengan mempertahankan stok pemimpin-pemimpin lama yang rata-rata sudah berumur di atas 60 atau bahkan 70 tahun, seperti Megawati Soekarno Putri di PDI Perjuangan, Surya Paloh di Partai NasDem, Prabowo Subianto di Partai Gerindra, dan lainnya.

Apabila PD ingin mengembalikan efektivitas mesin politiknya, maka PD harus berani berinovasi dengan memunculkan ‘kepemimpinan baru’ yang lebih fresh, gesit, adaptif dan mampu menjawab tantangan transformasi Partai Demokrat.

“Terlebih lagi, merujuk pada hasil temuan Litbang Kompas (Mei 2019) yang menyatakan bahwa dari angka 7,7 persen perolehan PD pada Pemilu 2019 lalu, sekitar 50 persennya didominasi oleh pemilih muda milenial,” ujar Umam.

Langkah-langkah inovatif itu dipandangnya akan berpotensi berimplikasi langsung pada elektabilitas PD.

Namun, semua itu kembali kepada para pimpinan Dewan Pengurus Pusat, Dewan Pengurus Daerah, dan juga restu dari Ketum Dewan Pengurus Pusat PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Umam, restu SBY selaku patron utama dalam struktur kekuatan PD akan tetap memiliki bobot politik yang sangat besar dalam kelancaran proses tantangan transformasi Partai Demokrat ke depan.

“Jika restu politik itu diberikan, PD bisa menghindari friksi dan potensi konflik internal sebagaimana yang terjadi di Partai Golkar, PAN, Hanura dan lainnya,” ujar Dosen Ilmu Politik dan International Studies Pascasarjana Universitas Paramadina itu.

Related posts

Leave a Reply