JAKARTA, PDI Perjuangan merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sistem pemilu sehingga Pemilu 2024 tetap dilaksanakan proporsional terbuka atau coblos calon legislatif (Caleg). DPP PDIP menghormati keputusan para hakim MK.
“Tanggapan PDIP terkait putusan MK yang menetapkan terkait dengan judicial review sistem pemilu yang diputuskan proporsional terbuka. Pertama kami menghormati keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers, Kamis (15/6/2023).
Hasto mengatakan pihaknya percaya dengan sikap kenegarawanan para hakim MK dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, Hasto menyebut sejak awal, baik sistem proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
“Sejak awal PDIP percaya sikap kenegarawanan hakim MK mengambil keputusan terbaik, melihat seluruh dokumen otentik terkait amandemen UUD 1945 yang tadi jadi konsiderat MK mengambil keputusan. Kemudian kajian bersama atas sistem proporsional terbuka maupun tertutup yang keduanya sama-sama mengandung plus minum dalam pemilu,” jelasnya.
Hasto juga memastikan partainya tegas lurus menaati keputusan MK. Sekalipun, dalam pandangan partainya, setiap calon anggota legislatif perlu dipersiapkan sebaik-baiknya melalui sistem proporsional tertutup.
“Dalam pandangan PDIP tentu untuk menghasilkan anggota dewan berkualifikasi dalam membawa Indonesia yang mengalami kemajuan dalam seluruh aspek , anggota dewan harus disiapkan sebaik-baiknya dan itu melalui sistem proporsional tertutup. Namun mengingat PDIP taat terhadap konstitusi maka keputusan MK dengan penuh sikap kenegarawanan diterima oleh PDIP,” tegasnya.
MK: Sistem Pemilu Tetap Coblos Caleg
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sistem sistem pemilu. Pemilu 2024 tetap akan dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka atau coblos caleg.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6/2023).
Dalam putusan itu, hakim MK Arief Hidayat mengajukan dissenting opinion. Dalam putusan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan politik uang bisa saja terjadi dalam semua sistem pemilu. Baik lewat proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup.
“Pilihan terhadap sistem pemilihan apapun, sama-sama berpotensi terjadinya praktik politik uang,” ujar hakim MK Saldi Isra.
Oleh sebab itu, MK memerintahkan 3 langkah dalam memerangi politik uang. Pertama parpol dan anggota DPRD memperbaiki dan komitmen tidak menggunakan politik uang. Kedua penegakan hukum harus dilaksanakan.
“Tanpa membeda-bedakan latar belakangnya,” ujar Saldi.
Ketiga masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik tidak menerima politik uang. Hal itu tidak hanya kesadaran dan tanggung jawab pemerintah tapi juga kolektif parpol, civil society dan masyarakat. MK menyatakan tegas politik uang tidak dibenarkan sama sekali.
“Politik uang lebih karena sifatnya yang struktural, bukan karena sistem pemilu yang digunakan. Tidak bisa dijadikan dasar karena sistem pemilihan tertentu,” beber Saldi Isra.(det)