JAKARTA, Bulu tangkis Indonesia sudah mendapatkan tiga pukulan sepanjang Olimpiade Paris 2024. Pertama, terhentinya ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti di fase grup. Padahal, Apri adalah juara bertahan Olimpiade, ketika berjaya di Tokyo berpasangan dengan Greysia Polii.
Kedua, ganda campuran Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari yang terhenti di penyisihan grup. Berikutnya, dua tunggal Indonesia, Jonatan Christie dan Anthony Ginting juga kandas di penyisihan grup. Ginting adalah pemegang medali perunggu Olimpiade Tokyo.
Kini, Indonesia hanya berharap kepada dua wakil lagi, yakni ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung.
Langkah dua wakil tersisa Indonesia tersebut menuju babak selanjutnya sepertinya cukup berat. Fajar/Rian harus bertemu unggulan pertama Liang Wei Keng/Wang Chang di babak perempat final atau delapan besar. Pertandingan akan digelar Kamis (1/8/2024) pukul 18.00 WIB di Porte de la Chapelle Arena, Paris.
Sementara, Gregoria akan berhadapan dengan Kim Ga-eun di 16 besar. Laga ini akan berlangsung Jumat (2/8/2024) dini hari pukul 00.30 WIB di tempat yang sama. Jika lolos dari 16 besar, Gregoria sudah di tunggu Ratchanok Intanon di delapan besar. Di luar dugaan, wakil Thailand tersebut menghentikan laju pemain China Taipei Tai Tzu Ying di penyisihan grup.
“Risiko untuk Fajar/Rian ketika gagal juara grup, akan bertemu juara grup dan ketemunya sama Liang Wei Keng/Wang Chang yang sedang dalam performa terbaik. Lupakan kekalahan dari pasangan India, kini fokus untuk perempat final. Mereka harus tampil normal, jangan terlalu banyak buat kesalahan terutama Rian,” kata pengamat bulu tangkis Daryadi saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/8/2024).
Daryadi menjelaskan, Fajar/Rian sudah sepuluh tahun bersama, tapi mental bertanding mereka belum konsisten. Pada saat posisi genting, Rian kerap membuat kesalahan sendiri. Terutama kalau servisnya di foul wasit lebih dua kali, ia langsung tegang. Biasanya, ia menggantinya dengan servis flick yang justru membahayakan.
“Semoga Fajar/Rian bisa main normal tidak tegang. Lawannya memiliki speed dan power lebih karena memang lebih muda,” ujar Daryadi.
Untuk Gregoria, undiannya bisa dibilang lebih mudah hingga menuju semifinal. Ia memperkirakan, jika bermain normal, Gregoria mengalahkan Kim. Begitu juga di perempat final jika bergadapan Intanon yang mendapat bye.
“Akhir-akhir ini jika Gregoria bertemu Intanon lebih banyak menangnya. Tapi kalau melihat hasil Intanon menyingkirkan Tai Tzu Ying, berarti Intanon bermain bagus di Olimpiade ini. Apalagi dia bertekad menyumbang medali untuk Thailand,” ungkap Daryadi.
Jika lolos semifinal, barulah langkah Gregoria berat. Sebab, di sana ada An Se Young atau Akane Yamaguchi yang menanti. Untuk mendapatkan medali perunggu pun tidak mudah bagi Gregoria. Sebab pada bagan sebelah ada Carolina Marin dan Chen Yufei yang selalu sulit dikalahkan.
“Peluang terbesar dapat medali sebenarnya ada di sektor tunggal putra, apakah itu medali emas, perak, ataupun perunggu.”
Ia menilai penampilan Jonatan menjelang Olimpiade paling meyakinkan, juara All England, juara Asia yang kemudian mengantarkan dirinya menjadi pemain nomor tiga dunia di bawah Shi Yu Qi dan Viktor Axelsen.
“Sangat disayangkan mereka kandas terlalu cepat di fase grup, yang bikin sedih dan nyesek banget tentunya. Karena baru kali ini tunggal putra Indonesia tak mampu melewati fase grup sejak format ini dibuat pada Olimpiade London 2012. Ketika itu kita gagal dapat medali bulu tangkis, tetapi Taufik Hidayat dan Tomy Sugiarto bisa lolos ke 16 besar. Sayang undian waktu itu Tomy bertemu Lee Chong Wei, dan Taufik melawan Lin Dan,” ujarnya.
Daryadi mengatakan, jika nanti Indonesia benar-benar pulang tanpa medali bulu tangkis, ini akan mengulang kejadian di Olimpiade London 2012. Namun ketika itu kondisinya berbeda. Saat itu belum ada tim Adhoc yang dibentuk jelang Olimpiade dan melibatkan banyak pihak termasuk mantan pemain agar sukses di Paris ini.
Menuju Olimpiade, PBSI membentuk tim Adhoc untuk meloloskan atlet sebanyak-banyaknya dan berprestasi di Paris. Tim Adhoc ini diketuai Sekjen PBSI, M Fadil Imran. Tim Adhoc melibatkan para mantan pemain yang pernah berprestasi emas di Olimpiade. Juga pihak-pihak lain termasuk psikolog untuk mengelola suasana hati para pemain agar tetap kondusif.
Tim Adhoc juga mengklaim melakukan pendekatan sport science menuju Paris. Namun sampai saat ini, beberapa indikasi yang tak menguntungkan justru lebih banyak terlihat.
Daryadi meminta pengurus PBSI bukan sekadar mengevaluasi hasil, melainkan juga mawas diri dan tahu diri. Ia merujuk kejadian memalukan saat Indonesia Open 2024 ketika tak ada satu pun wakil Merah-Putih lolos ke semifinal. Begitu pula di Asian Games 2022 Hangzou ketika Indonesia pulang tanpa medali.
PBSI akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) pada 10-12 Agustus 2024 di Surabaya, Jawa Timur, untuk mencari ketua umum baru. Sebab ketua umum saat ini, Agung Firman Sampurna, akan selesai masa jabatannya pada akhir tahun 2024.
“Bulu tangkis (PP PBSI) harus dikelola dengan profesional, harus orang yang berkompeten yang mengurusinya. Saya melihat dari luar dan juga masyarakat kita bisa menilai bagaimana PBSI ini saat ini dikelola. Kinerja organisasi bisa dilihat dari torehan prestasi yang dihasilkannya. Kita semua bisa lihat prestasi seperti apa,” ujar Daryadi.