JAKARTA, Anggota DPR RI, Nurwayah, menyambut positif rencana groundbreaking megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang akan dimulai pada pekan ketiga Juni 2025. Ia menilai proyek ini merupakan langkah strategis dalam mendorong hilirisasi industri dan transisi energi nasional.
“Groundbreaking ini bukan hanya simbol pembangunan infrastruktur, tetapi mencerminkan arah kebijakan negara dalam keluar dari ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Kita harus mampu membangun industri dari hulu ke hilir di dalam negeri,” ujar Nurwayah ketika dihubungi oleh awak media, Kamis (5/6/2025).
Dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral, Nurwayah menyoroti pentingnya keterlibatan luas berbagai elemen dalam proyek ini. Ia menegaskan bahwa pelaku usaha dalam negeri dari BUMN, koperasi, hingga UMKM penting untuk dilibatkan agar manfaat ekonomi dari industri baterai EV dapat dirasakan secara adil dan merata di seluruh lapisan masyarakat.
“Penting bagi kita untuk membuka peluang seluas-luasnya bagi UMKM dan pelaku usaha lokal agar mereka bisa ikut berperan dan berkembang dalam ekosistem industri ini,” jelasnya.
Nurwayah juga mengingatkan pentingnya menjaga aspek lingkungan dalam pelaksanaan proyek. Ia menegaskan bahwa pembangunan industri baterai harus memperhatikan prinsip keberlanjutan dan tidak merusak lingkungan.
“Transisi energi harus berdampak positif, seharusnya membawa manfaat nyata, bukan menciptakan persoalan lingkungan baru. Kita harus memastikan penerapan good mining practice dan teknologi ramah lingkungan harus menjadi prinsip utama dalam setiap tahap pembangunan,” tegas Legislator dari Partai Demokrat itu.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri telah memastikan bahwa groundbreaking megaproyek baterai EV akan dimulai pada Juni 2025. Proyek ini mencakup pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel (smelter HPAL), pabrik prekursor-katoda, serta fasilitas produksi sel baterai dan battery pack.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa nilai investasi proyek ini mencapai USD 6–7 miliar atau sekitar Rp97–114 triliun. Proyek ini diproyeksikan menciptakan lebih dari 20.000 lapangan kerja serta menjadi proyek pertama di Asia Tenggara yang membangun rantai pasok baterai secara terintegrasi.