JAKARTA, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengimbau seluruh peserta Pemilu Serentak 2024 melaporkan seluruh sumber dana kampanye yang mereka terima, baik dalam bentuk sumbangan maupun bentuk lainnya.
“Kami mengimbau kepada para peserta pemilu untuk membuat laporan dana kampanye dengan baik dan melaporkan seluruh dana kampanye yang diterima, baik dalam bentuk sumbangan maupun lain-lain,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja usai Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bawaslu RI di Jakarta, Jumat.
Dengan pelaporan yang baik, lanjut Bagja, Bawaslu RI dapat menyelidiki dan menindak dugaan pelanggaran pemilu terkait dana kampanye para peserta pemilu.
Hal itu juga berkenaan soal perjanjian terkait pinjaman uang kampanye sebesar Rp50 miliar antara mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mantan wakilnya Sandiaga Uno.
Sebelumnya, Selasa (7/2), Hendri Satrio selaku perwakilan Anies Baswedan mengatakan ada perjanjian tertulis yang menjelaskan kesepakatan antara Anies dan Sandiaga dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Dalam kesepakatan itu, menurut pihak Anies, pinjaman senilai Rp50 miliar dianggap usai jika Anies-Sandi memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Terkait hal itu, Bagja menilai utang kampanye Anies senilai Rp 50 miliar itu merupakan pelanggaran pidana karena melewati batas maksimal sumbangan dana kampanye yang boleh diterima calon kepala daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 74 ayat (5) UU tersebut menyebutkan calon kepala daerah boleh menerima sumbangan dana kampanye paling banyak sebesar Rp75 juta dari pihak perseorangan dan maksimal Rp750 juta dari pihak swasta.
Meskipun demikian, Bagja mengatakan pihaknya tidak dapat menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut karena kasus itu sudah kedaluwarsa. “Sudah kedaluwarsa, prosesnya sudah selesai. Apa yang bisa dipidana? Yang bersangkutan sudah menyelesaikan tugasnya sebagai gubernur,” ujar Bagja.
Oleh karena itu, berkaca dari persoalan tersebut, Bagja berharap kasus tersebut dapat menjadi peringatan bagi seluruh peserta Pemilu 2024 agar mencatat seluruh sumber dana kampanye yang mereka terima, baik di laporan awal maupun laporan akhir dana kampanye.