JAKARTA, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, membantah tuduhan yang menyebut dirinya memerintahkan kader PDIP, Saeful Bahri, dan pihak lainnya untuk memberikan suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, terkait pengkondisian Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024.
Pernyataan ini disampaikan Hasto dalam nota keberatan atau eksepsinya terhadap dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Jumat (21/3).
Dalam pledoi yang disampaikan oleh Saeful Bahri, terungkap bahwa Saeful mengklaim dirinya justru menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh Wahyu Setiawan. Hasto Kristiyanto mengonfirmasi hal tersebut dalam sidang, mengatakan bahwa Saeful pernah menceritakan kepada dirinya bahwa Wahyu Setiawan memerasnya.
“Pledoi saudara Saeful Bahri dalam kasus suap tersebut mengatakan bahwa yang bersangkutan menjadi korban pemerasan Komisioner KPU yang bernama Wahyu Setiawan,” ujar Hasto dalam sidang yang berlangsung pada Jumat (21/3).
Hasto juga menambahkan, dirinya pernah memarahi Saeful Bahri saat mendengar bahwa Saeful meminta dana kepada Harun Masiku untuk kepentingan pengkondisian PAW. Hasto mengungkapkan bahwa Saeful mengakui hal tersebut, yang menunjukkan bahwa dirinya tidak terlibat dalam pengaturan suap.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa oleh jaksa KPK melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jaksa juga menuduh Hasto terlibat dalam pemberian suap senilai Rp600 juta untuk memastikan Harun Masiku dapat dilantik sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.
Jaksa menyebutkan bahwa suap tersebut diberikan bersama-sama oleh sejumlah pihak, termasuk advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio. Suap tersebut diduga dimaksudkan untuk mengatur agar Harun Masiku dapat mengisi kursi DPR RI yang ditinggalkan oleh anggota sebelumnya.
Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Jaksa KPK juga mengungkapkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menyembunyikan ponselnya selama operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada 2020, serta memerintahkan Kusnadi untuk membuang ponselnya, yang diduga untuk menghalangi proses penyidikan.