JAKARTA, Dalam acara di sebuah hotel di Jakarta Selatan, 24 Februari 2020 lalu, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono pernah memprediksi bahwa dampak virus corona baru atau Covid-19 terhadap perekonomian nasional bakal terjadi pada Maret 2020.
Susiwijono dalam acara tersebut juga mengingatkan bahwa perubahan terhadap Covid-19 sangat cepat baik secara ekonomi dan politik karena perkembangannya eksponensial.
Dalam bidang ekonomi, dampak Covid-19 diperkirakan salah satunya melalui penurunan impor barang modal Indonesia yang berasal dari China.
Meski pada saat ini beragam industri di Indonesia diperkirakan masih memiliki stok bahan modal untuk industri tetapi persediaan tersebut diprediksi bakal habis dalam jangka waktu satu atau dua bulan mendatang.
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3) ini telah mengumumkan dua kasus Warga Negara Indonesia yang terpapar Covid ke-19 dan saat ini sedang menjalani perawatan intensif.
Pemerintahan Presiden Jokowi juga diwartakan telah menyiapkan berbagai instrumen fiskal dalam rangka mengatasi dampak penyebaran virus tersebut terhadap perekonomian Republik Indonesia.
Kepala Negara meminta pula agar seluruh instrumen disiapkan dan dipergunakan dalam rangka memperkuat daya tahan dan daya saing ekonomi Indonesia baik instrumen moneter maupun instrumen fiskal.
Peluang ekspor
Dari pihak dunia usaha, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto, menginginkan pelaku usaha bisa memanfaatkan peluang ekspor komoditas perikanan di tengah-tengah merebaknya Covid-19 yang dinilai berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan global.
“Kondisi Tiongkok yang diterpa dengan kasus virus Covid-19 membuat Tiongkok sulit melakukan ekspor,” kata Yugi Prayanto dalam acara Outlook Perikanan 2020 di Jakarta, Rabu (26/2).
Menurut dia, fenomena tersebut juga bisa menjadi peluang bagi negara-negara lain untuk meningkatkan ekspor dari berbagai produk yang selama ini kerap dilakukan oleh China.
Yugi mengingatkan pentingnya untuk berfokus pada perikanan budidaya, karena diproyeksikan produksi perikanan dunia pada tahun 2025 adalah 196 juta ton. Dari jumlah tersebut, 52 persen adalah produk perikanan budidaya sehingga budidaya diperkirakan sudah akan melampaui produksi perikanan tangkap.
Ia mengemukakan pula sejumlah tantangan yang dihadapi budidaya perikanan Indonesia, antara lain adalah regulasi yang harus sesuai dengan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, kepastian status lahan yang tidak tumpang tindih, serta iklim investasi.
“Buat iklim investasi lebih baik dengan melakukan inovasi kepada sektor perbankan untuk ikut mendorong pergerakan ekonomi pembudidaya misalnya dengan memberi keringanan bunga bagi pembudidaya kecil,” katanya.
Pembicara lainnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo menginginkan semua pemangku kepentingan hulu hingga hilir baik pemerintah maupun swasta untuk berkonsentrasi mengembangkan komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan.
Budhi Wibowo mengapresiasi bahwa program revitalisasi tambak di kawasan sentra produksi udang dan bandeng masuk ke dalam proyek strategis nasional.
Terkait Covid-19, dia mengingatkan bahwa udang ke China selama ini banyak dipasok dari Ekuador, dan dicemaskan karena pintu perdagangan tertutup ke Negeri Tirai Bambu tersebut, maka bisa saja Ekuador mencari pasar lain seperti Amerika Serikat yang selama ini menjadi negara tujuan dari ekspor udang asal Republik Indonesia.
Berdasarkan laman Worldtopexports.com, Indonesia merupakan negara eksportir udang beku terbesar keempat di dunia, setelah India, Ekuador, dan Vietnam.
Sementara itu, berbagai negara yang menjadi sasaran pasar ekspor udang beku dari Indonesia adalah negara dan kawasan seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa.
Bantu UMKM
Terkait dengan dampak terhadap usaha kecil, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan mendorong pemerintah untuk dapat lebih mengantisipasi dampak merebaknya Covid-19 terhadap perekonomian nasional dengan cara membantu pengembangan UMKM yang terdapat di berbagai daerah.
Fathan dalam rilis di Jakarta, Minggu, menyatakan, pihaknya mendorong kepada sektor perbankan agar menerapkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi lebih aplikatif dan fokus terhadap realisasi di sektor ritel, serta memaksimalkan sektor UMKM agar dapat menjadi kekuatan ekonomi nasional.
“Kami mendorong sektor perbankan untuk agresif, untuk kemudian jemput bola, untuk kemudian memperhatikan lagi sektor-sektor UMKM yang masih bisa dimaksimalkan,” katanya.
Hal itu, ujar dia, antara lain guna menyikapi fenomena perlambatan sektor ekonomi seperti angka kredit, dana pihak ketiga dan penurunan konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari Covid-19 global.
Ia juga menekankan agar antisipasi tersebut perlu disiapkan secara matang dalam rangka menciptakan iklim yang optimis untuk pertumbuhan perekonomian ke depannya.
“Virus Corona ini, (skenario) harus disiapkan secara matang. Karena kalau tidak, saya kira kita akan mengalami situasi pertumbuhan ekonomi yang menurun sekali,” ucapnya.
Untuk itu, ujar dia, penting bagi pemerintah untuk menggenjot sektor domestik terutama mengingat terhadap potensi perlambatan aktivitas ekspor-impor.
Dampak investasi
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menginginkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dapat betul-betul mengantisipasi dampak penyebaran Covid-19 yang berpotensi mempengaruhi masuknya investasi global ke Nusantara.
Menurut Nevi Zuairina, penyebaran virus tersebut merupakan tantangan besar BKPM, baik dalam jangka waktu dekat maupun menengah akibat faktor luar negeri.
Ia berpendapat bahwa ada ganjalan besar dalam waktu dekat ini pada iklim investasi yang dipengaruhi pihak luar yang bersumber dari wabah virus corona tersebut.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Senin (24/2), mengkhawatirkan dampak virus corona terhadap aliran investasi jika wabah itu terus berlanjut hingga Maret mendatang.
Menurut Bahlil, penurunan investasi dari China menjadi yang paling dikhawatirkan karena wabah virus corona. Pasalnya, ia menilai dampak virus tersebut sistematik, masif dan terstruktur.
Meski hingga saat ini, diakuinya dampak corona belum berpengaruh terhadap aliran investasi yang masuk. Bahkan, kata dia, investasi dari negara lain, selain China masih berjalan normal.
Berdasarkan data dari BKPM, China sepanjang 2019 menjadi negara kedua setelah Singapura, yang paling banyak menanamkan modal di Indonesia dengan total 4,7 miliar dolar AS.
Sejumlah lembaga lainnya, setelah mengetahui penyebaran Covid-19 yang sudah masuk Indonesia, juga sudah melakukan berbagai langkah tertentu seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) yang melarang pelaku pasar melakukan aksi jual kosong atau “short selling”.
Short selling adalah aksi menjual saham tanpa memiliki saham perusahaan tersebut terlebih dahulu. Saham yang dijual akan dipinjamkan dulu oleh sekuritas (broker), kemudian investor harus mengganti saham tersebut dengan membeli kembali saham perusahaan yang telah dijual.
Sedangkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai bahwa kepercayaan dalam bertransaksi akan menjaga pertumbuhan ekonomi nasional di tengah mewabahnya virus corona.
BPKN, Ardiansyah Parman dalam konferensi pers bertema Menuju Indonesia Emas, di Jakarta, Senin (2/3), menyatakan, dalam rangka menjaga kepercayaan bertransaksi, pemerintah perlu segera memperkuat aturan perlindungan konsumen yang saat ini tidak lagi memadai dan perlu segera diperkuat secara signifikan dan segera.
Untuk itu, ujar dia, ke depannya, perlu diwujudkan melalui tiga pilar, yakni pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen secara menyeluruh dan berkesinambungan, dalam rangka agar roda ekonomi dapat berjalan dengan mendapatkan tingkat kepercayaan yang memadai dari ketiga pilar tersebut.