UU BUMN Digugat ke MK, Pembentukan Danantara Sarat Kepentingan dan Cacat Prosedur

JAKARTA, Kontroversi seputar pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara kembali mencuat ke ruang publik setelah Lokataru Foundation bersama Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Jakarta Barat secara resmi menggugat Undang-undang BUMN ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan ini diajukan dalam bentuk uji formil terhadap UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang dinilai bermasalah secara prosedural dan bertentangan dengan konstitusi.

Read More

“Pembentukan Danantara dilakukan secara diam-diam, tanpa proses legislasi yang terbuka dan akuntabel. Ini menunjukkan indikasi kuat adanya agenda tersembunyi dari elite politik,” tegas Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen, dalam keterangannya, Selasa (3/6).

Menurut Delpedro, ketertutupan dalam pembentukan undang-undang tersebut membuka potensi penyalahgunaan dana publik, mengingat BPI Danantara berwenang mengelola aset strategis dengan nilai triliunan rupiah.

Senada, perwakilan LKBHMI Jakbar Yoga Prawira menilai UU BUMN yang baru cacat prosedural karena tidak memenuhi prinsip partisipasi publik yang bermakna sebagaimana diamanatkan UUD 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Kami bahkan mengetahui revisi UU BUMN masuk Prolegnas bukan dari situs DPR RI, tapi dari situs pihak ketiga yang tidak terverifikasi,” ujar Yoga.

Ia menambahkan bahwa dokumen penting seperti Naskah Akademik, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), hingga Rancangan UU tidak tersedia untuk publik, meskipun pengelolaan aset BUMN diperkirakan mencapai Rp16 ribu triliun.

Kuasa hukum para pemohon, Haikal Virzuni, mengungkapkan bahwa permohonan uji formil didasarkan pada lima dalil utama:

  1. Tidak Ada Partisipasi Publik yang Bermakna: Pembentukan UU dilakukan tertutup, tanpa konsultasi publik atau pelibatan masyarakat sipil.
  2. Pelanggaran Prinsip Pembentukan Perundang-undangan: Tidak jelasnya urgensi pembentukan Danantara melanggar asas kejelasan tujuan dan kesesuaian materi muatan.
  3. DPD RI Tidak Dilibatkan: Padahal UU ini berdampak langsung pada daerah.
  4. BPK Tidak Dilibatkan: Padahal Danantara akan mengelola dana publik berskala besar, yang seharusnya berada dalam pengawasan BPK.
  5. Penyimpangan dari Konstitusi: UU dinilai menyimpang dari UUD 1945 dan karena itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Dalam permohonan provisi, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menunda pemberlakuan UU BUMN hingga terdapat putusan akhir dari MK. Penundaan dianggap penting untuk mencegah kerugian konstitusional lebih lanjut terhadap publik.

“UU BUMN ini tidak layak diberlakukan dan tidak memiliki legitimasi hukum,” pungkas Haikal.

 

Gugatan terhadap UU BUMN oleh Lokataru dan LKBHMI Jakbar membuka kembali perdebatan publik mengenai transparansi dan akuntabilitas pembentukan regulasi strategis. Dengan keterlibatan lembaga baru seperti Danantara dalam pengelolaan dana publik, publik menuntut adanya jaminan prosedur legislasi yang bersih dan partisipatif. Kini, bola panas berada di tangan Mahkamah Konstitusi.

Related posts

Leave a Reply