JAKARTA, Partai Gelora dan Partai Keadilan Sejahtera atau PKS tengah panas. Kedua partai ini terlibat saling serang lantaran persoalan hendak bergabung ke dalam Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Perselisihan kedua partai ini bermula dari Sekjen Partai Gelora Mahfuz Sidik yang menolak PKS mendukung Pemerintahan Prabowo-Gibran, pada Minggu (28/4) kemarin. Dia awalnya menyoroti adanya pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya.
“Jika sekarang PKS mau merapat karena alasan proses politik sudah selesai, apa segampang itu PKS bermain narasi ideologisnya? Apa kata pendukung fanatiknya? Sepertinya ada pembelahan sikap antara elite PKS dan massa pendukungnya,” kata Mahfuz Sidik dalam keterangannya.
Tak berhenti sampai di situ, Mahfuz juga mengungkit PKS yang pernah menyerang Prabowo-Gibran. Bahkan, kata dia, serangan itu sangat ideologis dan menyerang sosok Presiden dan Wapres terpilih tersebut.
“Seingat saya selama proses kampanye, di kalangan PKS banyak muncul narasi sangat ideologis dalam menyerang sosok Prabowo-Gibran,” kata Mahfuz.
Dia lantas mengingatkan publik dengan narasi yang pernah muncul dari kalangan PKS. Dia membahas analogi dari PKS soal Nabi Musa tidak perlu berutang kepada Firaun, karena dahulu Anies Baswedan diusung menjadi calon Gubernur Jakarta pada 2017 oleh Partai Gerindra.
Mahfuz juga mengungkapkan bahwa PKS selama ini kerap memunculkan narasi yang mengadu domba dan membelah masyarakat.
Selain itu, Mahfuz juga mengungkit kembali pernyataan PKS yang memberi cap pengkhianat kepada Prabowo karena bergabung dalam Kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi dan Wapres KH Ma’ruf Amin pada 2019 silam.
“Ketika pada 2019 Prabowo Subianto memutuskan rekonsiliasi dengan Jokowi, banyak cap sebagai pengkhianat kepada Prabowo Subianto. Umumnya datang dari basis pendukung PKS,” ujarnya.
Dia menegaskan selama ini Jokowi dan Prabowo juga telah mengingatkan untuk tidak memberikan narasi yang memecah belah politik dan ideologi. “Narasi-narasi yang beresiko membelah lagi masyarakat secara politis dan ideologis. Padahal itu yang sering diingatkan oleh Presiden Jokowi dan capres Prabowo,” imbuh dia.
PKS Serang Balik Partai Gelora
Ketua DPP PKS Mardani Ali bereaksi atas penolakan Partai Gelora terhadap partainya. Dia justru menyinggung balik Partai Gelora lewat sebuah video.
Pernyataan itu disampaikan Mardani dalam sebuah video saat bersama istrinya yang juga kader PKS, Siti Oniah. Mardani awalnya melempar pertanyaan sambil tertawa.
“Oposisi apa koalisi? Ha-ha-ha,” kata Mardani.
Siti lalu menjawab Mardani. Dia justru melempar sindiran ke pihak yang menolak PKS.
“Aduh ya, dengar berita yang menolak PKS untuk koalisi. Aduh, terima kasih ya, itu partai apa ya? Nggak lolos PT gitu loh, masyaallah tabarakallah. Nol koma sekian loh,” jawab Siti sambil memberi gestur jempol.
Mardani kemudian menyampaikan pandangannya. Dia mengatakan proposal program yang dimiliki PKS dan Ketum Partai Gelora Anis Matta berbeda.
“Proposalnya kita sama Mas Anis beda, dan visinya beda,” kata dia.
Meski begitu, Mardani mengatakan dirinya memiliki preferensi politik tetap di luar pemerintahan. Menurutnya, menjadi oposisi dapat menjaga pemerintahan tetap bekerja untuk rakyat.
“Kalau saya, oposisi, sehat kok, sekalian kita jaga pemerintah biar betul-betul bekerja buat rakyat,” kata Mardani.
Fahri Hamzah Sentil Gagasan dan Ideologi PKS
Perselisihan kedua partai ternyata tidak berhenti sampai di situ. Waketum Partai Gelora yang juga mantan kader PKS, Fahri Hamzah, buka suara atas serangan PKS terhadap partainya.
Fahri Hamzah menyebut pihaknya menolak PKS bukan karena alasan pribadi, tapi karena persoalan di dalam diri PKS sendiri.
“Keinginan PKS bergabung dengan Presiden dan Wapres teprilih Pak Prabowo dan Mas Gibran itu tidak ada masalah dengan partai lain, apa lagi Gelora yang belum mendapatkan posisi di legislatif pusat,” kata Fahri Hamzah saat dihubungi, Senin (29/4).
“Tetapi masalahnya adalah lebih dengan dirinya sendiri dan gagasan-gagasan yang selama ini seolah-olah sulit dikompromikan dengan siapapun,” sambung dia.
Fahri Hamzah pun menilai lebih baik PKS berpikir ulang untuk gabung dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran. Dia juga menyinggung PKS kalah pada Pilpres 2024.
“Itu sebabnya sebaiknya PKS mengambil sedikit waktu untuk berpikir lebih mendalam tentang pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang selama ini diusung dan lalu menemukan argumen yang tepat untuk berada di luar pemerintahan, karena kalah di dalam pilpres yang lalu,” jelasnya.
Dia kembali menekankan bahwa Partai Gelora tidak ada masalah jika PKS hendak bergabung. Namun, dia mempersoalkan pikiran, gagasan, dan ideologi PKS.
“Sehingga sekali lagi tidak ada masalahnya dengan partai lain, tapi masalahnya dengan pikiran-pikiran dan gagasan yang selama ini dianut serta ideologinya, juga berkaitan dengan sumber daya dari jaringan dan kader yang dimiliki, sehingga itu harus diambil sebagai persoalan PKS sendiri, bukan soal dari partai lain,” ujar dia. (det)