JAKARTA, Partai Demokrat dan PDI Perjuangan (PDIP) terlibat debat panas. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memberi pernyataan menohok usai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengomentari gugatan sistem pemilu.
Hal ini bermula saat SBY membagikan tulisan di akun Facebook-nya. Rupanya, sistem pemilu yang saat ini tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) menggelitik SBY untuk berkomentar. SBY memang sudah lama tidak mengomentari isu perpolitikan Tanah Air.
“Benarkah sebuah sistem pemilu diubah dan diganti ketika proses pemilu sudah dimulai, sesuai dengan agenda dan ‘time-line’ yang ditetapkan oleh KPU? Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan? Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam Pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini,” kata SBY.
SBY pun bertanya-tanya situasi kegentingan apa yang mengharuskan sistem pemilu di Indonesia harus diubah. SBY mencontohkan situasi krisis pada 1998, ketika reformasi terjadi dan rezim Orde Baru Soeharto berakhir.
“Apakah saat ini, ketika proses pemilu telah berlangsung, ada sebuah kegentingan di negara kita, seperti situasi krisis tahun 1998 dulu misalnya, sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan?” ujar SBY.
SBY mengakui sejatinya mengubah sebuah sistem memang dimungkinkan. Meski demikian, SBY menegaskan saat ini proses pemilu tengah berjalan dah sebaiknya dilakukan musyawarah bersama ketimbang mengajukan gugatan ke MK.
Dia menilai, perubahan untuk menyempurnakan sistem pemilu di Indonesia bukanlah hal yang tak mungkin. Namun, SBY menyebut penyempurnaan ini jangan hanya bergerak dari sistem terbuka, yang sekarang digunakan, berubah ke sistem tertutup.
“Jika kita hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental, misalnya konstitusi, bentuk negara serta sistem pemerintahan dan sistem pemilu, pada hakikatnya rakyat perlu diajak bicara. Perlu dilibatkan,” ucapnya.
Menurut SBY, eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan untuk langsung mengubah hal yang mendasar. Khususnya, mengubah hal yang menyangkut ‘hajat hidup orang banyak’.
Pernyataan SBY itu pun dibalas sindiran oleh PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan SBY sepertinya lupa pernah mengganti sistem pemilu pada 2008 silam.
“Pak SBY kan tidak memahami jas merah. Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review,” kata Hasto kepada wartawan di Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2/2023).
Hasto mengatakan saat itu SBY mengganti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup hanya 4 bulan sebelum pemilu. Hasto menuding saat itu SBY mengubah sistem pemilu demi meraup keuntungan jangka pendek.
“Itu hanya beberapa bulan, sekitar 4 bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan, ternyata itu kan ditempatkan sebagai bagian dari suatu strategi kemenangan jangka pendek, sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen,” tegas Hasto.
“Bayangkan dengan PDI perjuangan yang ketika berkuasa, kenaikanya hanya 1,5 persen, sehingga mustahil dengan sistem multi partai yang kompleks suatu partai bisa menaikkan suaranya bisa 300 persen dan itu tidak mungkin terjadi tanpa kecurangan masif, tanpa menggunakan beberapa elemen dari KPU yang seharusnya netral dan itu dipakai dan dijanjikan masuk ke dalam kepengursan partai tersebut,” lanjut Hasto.
Hasto menyebut judicial review saat ini berbeda dengan 2008 silam. Pasalnya, kata Hasto, sekarang judicial review tidak dilakukan oleh PDIP
“Berbeda dengan judicial review sekarang, judicial review sekarang tidak dilakukan oleh partai karena PDIP juga tidak punya hak, tidak punya legal standing untuk melakukan judicial review,” ujarnya.
Hasto kembali menuding sistem pemilu demokrasi proporsional terbuka yang dulu dicanangkan di zaman SBY membuat liberalisasi politik. Tak hanya itu, kata Hasto, sistem itu menurutnya menyulitkan akademisi untuk mencalonkan diri.
“Ini dilakukan oleh beberapa pakar yang melihat bahwa dengan demokrasi proporsional terbuka, yang dicanangkan oleh pada zaman Pak SBY tersebut, yang terjadi ternyata liberalisasi politik yang luar biasa, yang menyulitkan kami untuk mencalonkan rektor, untuk mencalonkan akademisi, untuk mencalonkan pakar untuk mencalonkan budayawan, untuk mencalonkan tokoh-tokoh betawi, untuk mencalonkan tokoh-tokoh nelayan,” jelas Hasto.
“Dengan proporsional terbuka yang liberalisasinya dilakukan pada masa Pak SBY ini, partai digerakkan oleh kekuatan kapital, ada investor-investor yang menyandera demokrasi, jadi Pak SBY sebaiknya ingat bahwa liberalisasi itu justru terjadi pada masa beliau,” lanjutnya.
Partai Demokrat merespons Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono lupa sejarah terkait sistem pemilu. Demokrat justru menuding Hasto sedang halusinasi.
“Menurut saya, Sekjen PDIP Hasto sedang berhalusinasi ketika menyebut Pak SBY tidak mengerti sejarah terkait polemik sistem pemilu legislatif proporsional terbuka dan tertutup. Beda kelas dan kualitas antara SBY dan Hasto dalam menyikapi keadaan dan situasi negara dalam berdemokrasi,” kata Deputi Analisa Data dan Informasi DPP Partai Demokrat Syahrial Nasution kepada wartawan, Minggu (19/2).
Syahrial mengatakan persoalan judicial review soal sistem pemilu yang tengah bergulir di MK saat ini bukanlah perang antara Demokrat dan PDIP. Dia menyebut ini persoalan bangsa yang harus disikapi hati-hati.
“Persoalan JR yang tengah berlangsung di MK bukan perang kepentingan antara Demokrat dengan PDIP. Melainkan persoalan bangsa yang harus disikapi secara hati-hati. Dan kondisi ini juga diamini lewat sikap delapan fraksi yang ada DPR RI, menolak Pemilu dengan Proporsional Tertutup. Bukan hanya Demokrat,” ucapnya.
Syahrial pun menekankan hanya PDIP yang ingin sistem pemilu kembali tertutup. Menurutnya, hanya PDIP yang mau rakyat tak dilibatkan dalam proses demokrasi.