Purbaya Beberkan Alasan Emas dan Batu Bara Kena Bea Keluar 2026, Pelaku Tambang Menolak

Foto: Istimewa

JAKARTA, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan alasan pemerintah berencana menerapkan bea keluar (BK) untuk komoditas emas dan batu bara mulai 2026. Ia menegaskan kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 17/2006 tentang Kepabeanan, yang menekankan fungsi bea keluar sebagai instrumen untuk mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus menjaga kestabilan pasokan dalam negeri.

“Bea keluar bertujuan antara lain untuk menjaga ketersediaan supply di dalam negeri dan/atau menstabilkan harga komoditas,” ujar Purbaya dalam rapat bersama Komisi XI DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Read More

Purbaya menyebut penarikan bea keluar ke depan diharapkan dapat memperkuat ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan data Kemenkeu, kontribusi bea keluar dari sektor mineral dan nonmineral mencapai Rp20,9 triliun, atau sekitar 0,73% dari total pendapatan negara. Penerimaan ini terutama berasal dari CPO dan tembaga.

“Penerimaan BK dipengaruhi volume produksi komoditas, terutama harga komoditas,” katanya.

Dari sisi industri, rencana pengenaan bea keluar pada emas dan batu bara mendapat kritik. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), Hendra Sinadia, menilai kebijakan itu tidak sesuai dengan PP No. 55/2008 tentang Bea Keluar.

Menurutnya, PP tersebut menegaskan empat tujuan utama penerapan BK:

  1. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.

  2. Melindungi kelestarian sumber daya alam.

  3. Mengantisipasi lonjakan harga yang drastis.

  4. Menjaga stabilitas harga di dalam negeri.

Hendra menyebut tidak satu pun dari empat syarat itu terpenuhi dalam rencana BK untuk emas maupun batu bara.

“Isu bea keluar bukan hal baru, ini 2014 juga sempat muncul. Tapi harus mengacu pada PP 55/2008. Di Pasal 2 jelas ada empat tujuan bea keluar,” ujar Hendra.

Ia mencontohkan, sekitar 30% batu bara nasional telah diserap pasar domestik, sehingga alasan pemenuhan kebutuhan dalam negeri dirasa tidak relevan. Sementara untuk stabilisasi harga, Indonesia sebagai eksportir batu bara tidak memiliki kontrol pada harga global yang ditentukan permintaan pasar.

Terkait alasan kelestarian lingkungan, Hendra mengatakan industri tambang sudah diwajibkan memenuhi kewajiban reklamasi dan lingkungan.

Untuk emas, ia menegaskan bahwa emas batangan merupakan produk hilirisasi dengan nilai tambah tinggi yang semestinya dibebaskan dari bea keluar.

“Emas itu produk hilirisasi paling akhir. Seharusnya tidak dikenakan bea keluar,” tegasnya.

Kebijakan bea keluar emas dan batu bara masih dalam tahap pembahasan, sementara Kementerian Keuangan memastikan aturan teknisnya akan diterbitkan sebelum 2026.

Related posts

Leave a Reply