JAKARTA, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dikabarkan tengah menyusun struktur kelembagaan Badan Penerimaan Negara (BPN), atau dikenal pula dengan sebutan Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN), sebagai bagian dari agenda strategis memperkuat sistem pengelolaan keuangan negara yang bersih dan berdaya tahan.
Informasi ini disampaikan oleh Edi Slamet Irianto, anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Bidang Perpajakan, dalam forum ISNU on Investment, Trade and Global Affairs yang digelar Rabu (11/6/2025). Ia memaparkan bahwa pembentukan BPN dirancang untuk langsung bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh seorang Menteri Negara/Kepala BPN.
Struktur Lengkap BPN: Fokus pada Penerimaan dan Pengawasan
BPN akan didukung oleh dua wakil utama yakni:
-
Wakil Kepala Operasi (Waka OPS)
-
Wakil Kepala Urusan Dalam (Waka Urdal)
Struktur ini akan diawasi oleh Dewan Pengawas, yang terdiri dari pejabat ex officio seperti Menko Perekonomian, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala PPATK, serta empat anggota independen dari kalangan profesional.
Di bawah kepemimpinan Menteri/Kepala BPN dan dua wakilnya, akan ada unit utama yang terdiri dari:
-
Inspektorat Utama
-
Sekretariat Utama
BPN juga akan diperkuat oleh enam deputi dengan fungsi teknis utama sebagai berikut:
-
Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan
-
Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak
-
Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)
-
Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom
-
Deputi Penegakan Hukum
-
Deputi Intelijen
Selain itu, BPN akan dilengkapi oleh:
-
Pusat Data Sains dan Informasi
-
Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai
-
Kepala Perwakilan Provinsi (Eselon 1B), yang akan dibentuk secara vertikal sesuai kebutuhan wilayah.
Dalam agenda 100 hari pertamanya, Menteri/Kepala BPN akan fokus pada:
-
Rekrutmen pejabat Eselon I
-
Konsolidasi data nasional
-
Pengamanan target penerimaan 2024–2025
Salah satu prioritas utama adalah reformasi sistem perpajakan, khususnya dalam Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sebagai bagian dari upaya memperkuat kemandirian fiskal nasional.
“Penerimaan negara harus diselamatkan dari ketergantungan pada utang. Tanpa reformasi, kita tidak akan mampu membiayai program strategis seperti makan siang gratis dan penguatan ketahanan pangan,” ujar Edi.
Ia juga menekankan pentingnya pemisahan fungsi antara penerimaan (revenue collection) dan pengeluaran (expenditure) dalam pengelolaan keuangan negara. Menurutnya, pemisahan ini menjadi prinsip utama dalam mewujudkan sistem keuangan yang akuntabel.
Fungsi penerimaan, tambah Edi, hanya bertugas mencatat, menyetorkan, dan melaporkan dana yang masuk tanpa keterlibatan dalam proses pengeluaran anggaran.
“Fungsi belanja atau pengeluaran harus dijalankan oleh unit terpisah berdasarkan struktur anggaran yang disepakati secara transparan,” pungkasnya.