JAKARTA, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi rata-rata 4,8% pada periode 2025 hingga 2028. Proyeksi ini dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas yang dapat memengaruhi kepercayaan investor serta aktivitas ekonomi domestik.
Dalam laporan ekonomi terbarunya yang dirilis April 2025, Bank Dunia mencatat bahwa meskipun pemerintah Indonesia telah mengumumkan berbagai stimulus permintaan dan rencana reformasi struktural, dampaknya belum mampu sepenuhnya menahan perlambatan ekonomi.
“Meskipun sulit untuk mengukur dampak penuh dari langkah-langkah baru-baru ini karena pergeseran kebijakan dapat terus terjadi, pertumbuhan diproyeksikan akan menurun hingga rata-rata 4,8% selama tahun 2025-2027,” tulis Bank Dunia dalam laporannya.
Meski pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat, penanaman modal asing (PMA) diprediksi tetap menjadi pilar utama pembiayaan eksternal Indonesia. Bank Dunia menyebutkan bahwa mayoritas investasi asing akan terus diarahkan pada sektor hilirisasi industri, seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap kestabilan kebijakan nasional dalam jangka menengah.
“Pembentukan modal diharapkan meningkat secara bertahap karena investasi melalui Danantara terwujud,” sebut Bank Dunia, merujuk pada platform investasi strategis nasional.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap tangguh meskipun mengalami sedikit moderasi akibat terbatasnya ketersediaan pekerjaan berkualitas. Permintaan domestik yang kuat menjadi penopang utama aktivitas ekonomi, yang turut mendukung penurunan tingkat kemiskinan.
Bank Dunia memperkirakan tingkat kemiskinan di Indonesia, dihitung berdasarkan ambang batas negara berpendapatan menengah bawah (lower middle-income country/LMIC), akan turun menjadi 11,5% pada tahun 2027.
Bank Dunia juga menyoroti risiko meningkatnya inflasi akibat kesenjangan output yang positif, meskipun inflasi diperkirakan akan tetap dalam kisaran target Bank Indonesia. Di sisi fiskal, pemerintah diproyeksikan akan meningkatkan pengeluaran untuk program-program prioritas, termasuk Program Makan Bergizi yang baru diluncurkan.
“Pengeluaran diproyeksikan untuk mengakomodasi program-program prioritas baru, meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7% dari PDB,” ungkap laporan tersebut.
Selain itu, defisit transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan melebar menjadi 1,7% dari PDB pada 2027, lebih tinggi dibandingkan tingkat sebelum pandemi. Dalam situasi ini, beban pembayaran bunga utang juga akan meningkat, dengan porsi mencapai 19% dari total pendapatan nasional.
Namun demikian, rasio utang terhadap PDB diprediksi tetap stabil di sekitar 41%, mencerminkan kemampuan fiskal pemerintah yang relatif terjaga di tengah tekanan global.