JAKARTA, Peresmian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Senin (24/2) berpotensi memengaruhi target pendapatan negara, khususnya di sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Hal ini berkaitan dengan alokasi setoran dividen tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebelumnya disetorkan ke Kementerian Keuangan dan kini akan dialihkan ke Danantara.
Pada tahap awal, Danantara akan mengelola tujuh BUMN besar Indonesia, yang meliputi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan Mining Industry Indonesia (MIND ID). Dividen yang biasanya disetorkan oleh BUMN-BUMN ini ke Kementerian Keuangan untuk dimasukkan dalam pos PNBP, kini akan disalurkan langsung ke BPI Danantara.
Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai bahwa pengalihan setoran dividen tersebut berpotensi mengurangi pendapatan negara yang telah ditargetkan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, PNBP ditargetkan mencapai Rp 513,64 triliun, dengan setoran dividen BUMN yang diperkirakan mencapai Rp 86 triliun. Dengan pengalihan dividen ini, pendapatan negara yang ditargetkan Rp 3.621 triliun dapat terpengaruh, yang berpotensi menambah defisit APBN yang sebelumnya diperkirakan sebesar Rp 616 triliun.
“Jika postur yang lain tetap, maka akan mengurangi pendapatan negara yang ditargetkan, dan pada gilirannya menambah defisit APBN,” ujar Awalil, Senin (24/2).
Awalil juga mengkritik kebijakan pemerintah yang mencakup realokasi belanja sebesar Rp 308 triliun untuk menutupi kekurangan pendapatan. Menurutnya, kebijakan ini belum cukup jelas, terutama mengenai seberapa besar dampaknya terhadap belanja pemerintah, seperti program makan bergizi gratis (MBG).
“Apakah hasil efisiensi akan dipindah ke belanja lain, misalnya untuk MBG? Seberapa banyak yang dipotong atau hanya sebagian saja?” tambahnya.
Awalil menambahkan bahwa hingga saat ini, postur APBN 2025 masih belum pasti. Ketidakpastian ini membuat perencanaan anggaran menjadi lebih sulit, mengingat aspek ketidakpastian yang sangat besar. Ia juga menyoroti keterlibatan DPR yang semakin terbatas dalam perencanaan APBN, serta penggunaan Instruksi Presiden (Inpres) yang mungkin mengesampingkan perubahan APBN.
BPI Danantara dibentuk setelah adanya revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025. Selain tujuh BUMN besar, Danantara juga akan mengelola Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA), yang merupakan sovereign wealth fund (SWF) bentukan Presiden Joko Widodo.
Danantara diperkirakan akan mengelola aset BUMN yang mencapai sekitar US$ 900 miliar (Rp 14.670 triliun), dengan investasi awal sebesar US$ 20 miliar (Rp 326 triliun) yang bersumber dari efisiensi anggaran APBN. Model pengelolaan Danantara akan mengacu pada Temasek Holdings Limited milik Singapura, dengan cakupan yang lebih luas dan fokus pada sektor-sektor strategis.