Sembilan bulan pasca bencana gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu dan sekitarnya, pemerintah kini mulai membangun hunian tetap untuk para korban yang terkena bencana. Untuk tahap awal, akan dibangun sejumlah 3.800 unit hunian tetap (huntap) di tiga lokasi yaitu Tondo, Duyu dan Pombewe.
“Saat ini penanganan bencana alam di Sulawesi Tengah (Sulteng) telah memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Fokus utama pada tahap ini adalah pembangunan hunian tetap bagi para pengungsi yang saat ini masih berada di tenda-tenda pengungsian maupun di Hunian Sementara,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pada acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Huntap, di Kecamatan Biomaru, Kabupaten Sigi, Sulteng, Senin (1/7).
Ia menyebutkan, untuk pembangunan Huntap ini memang ada beberapa tahap, tidak bisa sekaligus maka dibangun 3.800 unit yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR dan bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi.
Tentu saja jumlah tersebut belum mencukupi kebutuhan masyarakat terdampak, namun Menko Polhukam memastikan, pemerintah terus berusaha memenuhi kebutuhan Huntap, baik yang didukung melalui dana APBN maupun pinjaman luar negeri.
Sebelumnya diberitakan, ada sekitar 11.788 hunian yang diperlukan masyarakat korban bencana alam di Palu, Donggala, dan Sigi. Jumlah itu masih bisa bertambah. Saat ini masih banyak korban bencana alam di Palu, Donggala, dan Sigi yang tinggal di hunian sementara (huntara).
Ada 699 unit huntara di 72 lokasi yang sudah selesai dibangun. Dari 699 huntara itu, 288 berada di Kabupaten Palu, 221 unit di Sigi, dan 190 di Donggala. Huntara yang sudah dihuni masyarakat sebanyak 644 unit.
Nol Rupiah
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Tengah, Andri Noviandri mengungkapkan bahwa huntap dapat dibangun berkat proses pembebasan tanah di Desa Pombewe menggunakan mekanisme UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
“Dalam Pasal 49 disebutkan bahwa pembangunan dan pemberian ganti rugi dapat dilakukan setelah penetapan lokasi. Namun adanya kendala anggaran, kami melaksanakan pembebasan tanah tanpa membayar ganti rugi atau nol rupiah,” ungkap Kakanwil BPN Provinsi Sulawesi Tengah saat ditemui Tim Humas Kementerian ATR/BPN, Senin (1/7).
Skema penyediaan tanah untuk relokasi masyarakat yang terdampak bencana likuifaksi menggunakan nol rupiah. Artinya, seluruh pemilik tanah menyerahkan tanahnya secara sukarela untuk kemanusiaan.
“Namun, dalam penyerahan tanah untuk pemutusan hubungan hukum pemegang hak berharap disaksikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ujar Tulus Susilo, Kepala Bidang Pengadaan Tanah Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebanyak 591,6 hektare tanah yang diserahkan pemilik tanah kepada Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Tengah, melalui skema penyediaan tanah. 591,6 hektare tanah tersebut dialokasikan ke 4 lokasi yakni Kecamatan Tondo di Kota Palu sebanyak 150 hektare, Kelurahan Talise di Kota Palu sebanyak 38,6 hektare, Kelurahan Duyu di Kota Palu sebanyak 41 hektare serta Desa Pombewe – Olobuju di Kabupaten Sigi sebanyak 362 hektar.
“Untuk penyediaan tanah di Desa Pombewe – Olobuju relatif aman karena Hak Guna Usaha yang melekat sebelumnya sudah habis. Tapi hak perdata masih ada. Itu sudah kami tindaklanjuti dengan pemutusan hubungan hukum kepercayaan sehingga bisa dilanjutkan dengan pembangunan huntapnya,” ujar Andri Noviandri.
Kakanwil BPN Provinsi Sulawesi Tengah menambahkan nantinya masyarakat yang tinggal di huntap akan mendapat sertipikat hak milik.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, Bupati Sigi Irwan Lapata, Sekprov Sulteng Hidayat Lamakarate, Kapolres Sigi AKBP Wawan Sumantri, Dandim 1306/Donggala Letnan Kolonel Kav I Made Maha Yudhiksa, dan Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia