Pemagaran Laut di Pesisir Tangerang Sepanjang 30,16 Km, Nelayan Mengeluh Sulit Melaut

Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan

TANGERANG, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten mengungkap adanya pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Kabupaten Tangerang. Pemagaran ini mencakup enam kecamatan, yaitu Kronjo, Kemiri, Mauk, Sukadiri, Pakuhaji, dan Teluknaga. Kepala DKP Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan pagar laut tersebut terbuat dari bambu setinggi enam meter, dilengkapi anyaman bambu, paranet, serta pemberat berupa karung pasir.

Eli memaparkan bahwa pemagaran ini dimulai dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji. Sebanyak 16 desa di enam kecamatan terdampak, dengan jumlah nelayan mencapai 3.888 orang dan 502 pembudidaya perikanan yang tersebar di wilayah tersebut.

Read More

“Panjang 30,16 km ini meliputi tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga,” jelas Eli dalam diskusi publik di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Laporan terkait pemagaran laut pertama kali diterima pada 14 Agustus 2024. DKP bersama tim gabungan dari berbagai instansi, termasuk TNI AL dan Polairud, telah melakukan investigasi lapangan sebanyak empat kali. Awalnya, panjang pagar yang ditemukan sekitar 7 km, namun terus bertambah hingga mencapai 30 km.

“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama TNI AL, Polairud, PSDKP, PUPR, dan instansi lainnya. Panjang pagar sudah mencapai 30 km,” tambah Eli.

Ketua Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Rasman Manafi, menyoroti bahwa aktivitas pemagaran laut ini tidak memiliki izin yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Ia menyebut ada potensi maladministrasi yang merugikan nelayan dan mengganggu ekosistem laut.

“Tuntutan masyarakat sudah banyak, mulai dari aspek lingkungan hingga akses publik. Nelayan terpaksa memutar jauh hingga puluhan kilometer untuk melaut,” ujar Rasman.

Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suharyanto, mengungkapkan bahwa identitas pihak yang bertanggung jawab atas pemagaran ini masih dalam penyelidikan Ombudsman. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan ini tidak memiliki perizinan resmi.

“Fakta yang kami temukan, pemagaran ini tidak memenuhi ketentuan perizinan ruang laut. Ombudsman sedang mengusut lebih lanjut,” kata Suharyanto.

Suharyanto belum bisa memastikan tujuan pemagaran ini, termasuk apakah untuk keperluan reklamasi. Namun, ia menekankan bahwa jika pemagaran ini untuk reklamasi, maka harus memenuhi persyaratan ekologi yang ketat.

“Kami akan melihat lebih lanjut. Jika ini untuk reklamasi, ada proses perizinan yang harus dipenuhi, termasuk kajian ekologi oleh ahli oseanografi,” jelasnya.

Aktivitas pemagaran laut ini memicu protes dari masyarakat pesisir, terutama nelayan yang kesulitan mengakses wilayah tangkap mereka. Selain itu, ada kekhawatiran terhadap potensi kerusakan lingkungan akibat struktur pagar yang mengganggu aliran air laut dan habitat laut.

DKP dan instansi terkait berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh, dengan menindaklanjuti temuan investigasi dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum lebih lanjut.

Related posts

Leave a Reply