Otoritas Palestina telah memutus semua hubungan, termasuk bidang keamanan, dengan Amerika Serikat dan Israel, kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Sabtu (1/2).
Pemutusan hubungan dilakukan setelah Palestina menolak rencana perdamaian Timur Tengah yang diajukan Presiden AS Donald Trump.
Abbas sedang berada di Kairo untuk menyampaikan pidato pada pertemuan Liga Arab, kelompok negara yang mendukung penentangan Palestina terhadap rencana Trump.
Cetak biru tersebut, yang didukung oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berisi imbauan pembentukan negara Palestina yang didemiliterisasi –tidak termasuk permukiman Yahudi yang dibangun di wilayah pendudukan– serta seluruhnya berada di bawah kendali keamanan Israel.
“Kami telah memberi tahu pihak Israel … sama sekali tidak akan ada hubungan dengan mereka dan Amerika Serikat, termasuk bidang keamanan,” kata Abbas dalam pertemuan darurat satu hari.
Pertemuan Liga Arab itu digelar untuk membahas rencana Trump.
Pasukan keamanan Israel dan Otoritas Palestina telah sekian lama bekerja sama dalam menjaga ketertiban di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel dan berada di bawah kendali Palestina.
Otoritas Palestina juga punya perjanjian kerja sama intelijen dengan CIA, yang bahkan masih berlanjut setelah Palestina memboikot upaya perdamaian 2017 yang diusung pemerintahan Trump.
Abbas juga mengatakan bahwa ia telah menolak membahas rencana itu dengan Trump melalui telepon ataupun menerima salinan rencana untuk dipelajari.
“Trump minta berbicara dengan saya melalui telepon tapi saya bilang ‘tidak’, dan dia ingin mengirimkan surat kepada saya… tapi saya tolak,” katanya.
HAK-HAK PALESTINA
Cetak biru tersebut juga berisi pengakuan AS atas permukiman-permukiman Israel di tanah Tepi Barat yang diduduki serta bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel yang tak tak dapat dibagi.
Para menteri luar negeri Liga Arab yang bertemu di Kairo mengatakan rencana itu tidak memenuhi aspirasi minimum Palestina.
Hasil pertemuan itu juga menetapkan bahwa Liga Arab tidak akan bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam penerapan rencana itu.
Para menteri menegaskan hak Palestina untuk membentuk negara masa depan berdasarkan pada wilayah yang dicaplok dan diduduki Israel selama perang Timur Tengah pada 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, demikian bunyi pernyataan akhir pertemuan tersebut.
Setelah Trump mengungkapkan rencana, beberapa negara kuat Arab terlihat memprioritaskan hubungan erat dengan Amerika Serikat kendati mereka punya sejarah mendukung Palestina. Negara-negara itu juga memusuhi Iran dalam hal persekutuan tradisional Arab.
Tiga negara Teluk Arab –Oman, Bahrain dan Uni Emirat Arab– memperlihatkan kehadiran mereka di Gedung Putih, tempat Trump mengumumkan rencananya bersama Netanyahu.
Pada Selasa, Netayahu mengatakan ia akan meminta kabinetnya pekan ini untuk menyetujui pengajuan undang-undang Israel soal pemukiman Yahudi di Tepi Barat.
Tindakan seperti itu bisa menjadi langkah pertama menuju pencaplokan resmi permukiman dan Lembah Jordan, wilayah yang diduduki militer Israel sejak dicaplok pada 1967.
Sebagian besar negara-negara menganggap pemukiman oleh Israel di tanah yang diduduki dalam perang sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.
Trump telah mengubah kebijakan luar negeri AS untuk menarik keberatan seperti itu. (ant)