JAKARTA, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan bahwa kredit perbankan akan terus mencatatkan pertumbuhan positif pada 2025, seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan tetap solid. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan baik, hal ini diharapkan dapat menarik minat investasi domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan kredit.
“Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik, kami berharap dapat menarik aliran dana ke dalam negeri, yang akan meningkatkan investasi, perluasan usaha, serta permintaan kredit,” kata Dian dalam keterangan yang diterima pada Senin (27/1/2025).
Dian menambahkan, kinerja perekonomian domestik tetap stabil, dengan tingkat inflasi headline (CPI) yang menurun menjadi 1,55 persen year on year (yoy), sementara inflasi inti naik menjadi 2,26 persen yoy. Di sisi lain, surplus neraca perdagangan Indonesia terus berlanjut, dan Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur menunjukkan tren perbaikan.
Pada November 2024, kredit perbankan tercatat tumbuh 10,79 persen yoy, mencapai Rp7.717 triliun. Ini menunjukkan bahwa sektor perbankan masih dapat mencatatkan pertumbuhan kredit yang kuat. Selain itu, likuiditas industri perbankan pada November 2024 juga masih memadai, dengan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) sebesar 112,94 persen dan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 25,57 persen.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5 persen menurut Bank Indonesia. Terjaganya tingkat inflasi, stabilitas nilai tukar, serta cadangan devisa yang tinggi semakin memperkuat optimisme prospek ekonomi Indonesia di mata investor global.
Dian juga mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga domestik pada 2025 diprediksi dapat memberikan dampak positif, antara lain penurunan biaya dana yang tetap menarik bagi nasabah penyimpan (saver) untuk menempatkan dananya di perbankan. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), yang pada gilirannya akan menjaga ketersediaan likuiditas sebagai sumber utama dalam penyaluran kredit.
Namun, OJK tetap mengingatkan adanya risiko yang perlu diwaspadai akibat ketidakpastian global. Risiko tersebut mencakup lambatnya penurunan suku bunga global yang seiring dengan potensi meningkatnya inflasi, fluktuasi pasar keuangan, serta volatilitas perdagangan global dan harga komoditas, yang dipengaruhi oleh fenomena “Trump Effect” dan ketegangan geopolitik yang masih berlangsung.
Dengan proyeksi pertumbuhan yang stabil dan kebijakan yang mendukung, OJK optimis bahwa sektor perbankan Indonesia dapat terus berkontribusi dalam mendukung perekonomian nasional dan menjaga pertumbuhan kredit yang positif pada 2025.