PCOS ini memang problem kesehatan karena banyak sekali pasien-pasien saya ternyata waktu dicek gula darahnya sudah jadi diabetes
JAKARTA, Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dr. Gita Pratama, Sp.OG(K), MRepSc, mengatakan kondisi tubuh perempuan dengan berat berlebihan atau obesitas bisa menyebabkan risiko terjadinya sindrom polikistik ovarium (PCOS). “Faktor risikonya yang paling utama adalah faktor obesitas. Kebanyakan pasien-pasien PCOS itu awalnya haidnya teratur, mungkin waktu usianya masih lebih muda. Namun setelah menikah, berat badannya naik terus tiba-tiba siklus haidnya jadi berantakan, itu sering sekali terjadi,” kata dokter dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo itu dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Dokter yang akrab disapa Tommy itu menjelaskan bahwa PCOS merupakan suatu kelainan pada perempuan dengan berbagai kumpulan gejala. Gejala-gejala tersebut dapat berupa gejala kelainan hormonal, reproduksi, atau juga metabolik.
Tommy mengatakan, obesitas bisa menyebabkan gangguan ovulasi karena berhubungan dengan resistensi insulin. Kondisi insulin yang meningkat pada penderita obesitas akan mempengaruhi folikel atau telur yang tidak bisa membesar.
Akibatnya proses ovulasi atau keluarnya sel telur dari ovarium pun terganggu. Selain itu, peningkatan insulin juga dapat menimbulkan efek lain yaitu peningkatan produksi hormon testosteron atau androgen yang dapat menyebabkan hiper-androgen, ditandai dengan pertumbuhan rambut berlebihan, jerawat yang parah, kulit berminyak, rambut rontok, dan seterusnya.
Menurut Tommy, PCOS tak sekadar tentang gangguan menstruasi dan susah hamil. Lebih dari itu, PCOS merupakan masalah kesehatan yang berkaitan erat dengan sindrom metabolik atau kondisi yang meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
“PCOS ini memang problem kesehatan karena banyak sekali pasien-pasien saya ternyata waktu dicek gula darahnya sudah jadi diabetes,” katanya.
Oleh sebab itu, Tommy menganjurkan agar pasien PCOS yang mengalami obesitas untuk mengecek tekanan darah, gula darah, serta kolesterol jenis LDL, HDL, dan trigliserida. “Pasien PCOS yang overweight atau obesitas itu sangat mudah terjadi sindrom metabolik ini. Jadi hipertensi, diabetes melitus, dan gangguan kolesterol. Kita tahu ketiganya kalau terjadi terus-menerus efeknya adalah ke penyakit jantung, stroke, ginjal, dan sebagainya. Jadi jangan sampai terjadi hal seperti itu,” katanya.
Langkah awal yang perlu dilakukan dalam pengobatan PCOS yaitu memodifikasi gaya hidup dengan pola makan yang sehat atau gizi seimbang serta olahraga secara rutin sehingga berat badan dapat turun. “Biasanya 80 persen pasien-pasien PCOS yang menjalankan modifikasi gaya hidup akan bisa normal dan sembuh, terkontrol gejalanya,” ujar Tommy.
Apabila modifikasi gaya hidup tak berhasil menurunkan berat badan pasien, maka dokter akan memberikan obat-obatan berupa obat hormonal seperti pil KB untuk dikonsumsi sekitar 3-6 bulan. Di samping itu, pasien tetap harus mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Setelah tercapai, maka konsumsi obat akan dihentikan.
“Bagi yang sudah ingin punya anak, maka dokter akan membantu dengan obat penyubur. Obat ini adalah untuk membesarkan sel telur pasien PCOS agar bisa terjadi ovulasi. Bisa bantu pemberian obat penyubur ini 3-6 bulan sambil pasien melakukan modifikasi gaya hidup,” kata Tommy.