JAKARTA, Anggota Komisi III DPR RI, Mangihut Sinaga, mengungkapkan kejanggalan terkait hilangnya Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni, Iptu Tomi Samuel Marbun. Mangihut menilai penanganan kasus oleh Polda Papua Barat dan Polres Teluk Bintuni kurang transparan dan menimbulkan banyak tanda tanya yang harus segera dijelaskan.
Mangihut menilai ada berbagai kejanggalan dalam kasus ini, salah satunya terkait dengan temuan barang-barang milik Iptu Tomi seperti dompet, rompi, dan helm yang diklaim diberikan oleh temannya. Ia mempertanyakan logika di balik klaim tersebut.
“Seorang yang melewati medan berat, pasti akan memakai rompi. Tidak mungkin dia sudah tahu mau mati lalu menyerahkan dompetnya ke orang lain,” ujarnya saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat Umum di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (17/3).
Selain itu, Mangihut juga mencurigai kurangnya keterlibatan rekan-rekan korban dalam memberikan keterangan yang jelas. “Total ada 65 orang di kelompok itu. Satu perahu berapa orang? Siapa yang satu perahu dengan Tomi? Sudah diperiksa atau belum? Kalau dia adalah pimpinan kelompok, kenapa tidak ada yang merasa iba atau bertindak untuk menolongnya?” tanyanya.
Legislator dari Golkar ini juga menyoroti lambannya upaya pencarian terhadap Iptu Tomi. Pencarian yang dilakukan baru dimulai dua hari setelah kejadian, dan bahkan dihentikan pada hari ke-10, yaitu tanggal 22 Desember 2024.
Pencarian hanya dilanjutkan sebulan kemudian, yang menurutnya mencerminkan ketidaksungguhan dalam mencari korban. “Kenapa kasus seperti Susi Air bisa terus dicari bertahun-tahun, sedangkan ini nyawa manusia yang sedang menjalankan tugas negara?” tegas Mangihut.
Ia juga meminta agar jika memang Iptu Tomi dinyatakan gugur dalam tugas, maka sepatutnya dia diberikan penghargaan, salah satunya dengan kenaikan pangkat anumerta.
“Kalau memang sudah final, berikan penghargaan. Kapten anumerta. Jabatan terakhirnya Kasat Reskrim, dia IPTU, dan sekarang sudah mau naik pangkat. Berikan kesimpulan yang jelas,” ujar Mangihut.
Lebih lanjut, Mangihut meminta agar Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri turun tangan untuk memeriksa penanganan kasus ini dan menyelidiki mengapa Kapolres Teluk Bintuni justru mendapatkan kenaikan pangkat di tengah hilangnya anak buahnya.
“Kapolresnya malah naik jabatan, sementara anak buahnya hilang. Tidak ada rasa tanggung jawab atau keprihatinan. Ini yang harus dipertanggungjawabkan,” pungkas Mangihut.
Kasus hilangnya Iptu Tomi Marbun dimulai pada 18 Desember 2024, saat ia terjatuh ke Sungai Rawara di Kampung Meyah Lama, Distrik Moskona Barat, Papua Barat, saat melakukan pengejaran terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pencarian yang dilakukan oleh tim gabungan TNI-Polri dan Basarnas belum membuahkan hasil meskipun telah dilakukan sejak hari kejadian.
Pihak keluarga mengungkapkan keprihatinan atas hilangnya Iptu Tomi dan berharap adanya perhatian khusus dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memaksimalkan upaya pencarian. Mereka bahkan menawarkan imbalan bagi siapa saja yang dapat memberikan informasi terkait keberadaan Iptu Tomi.
Hingga saat ini, belum ada perkembangan signifikan terkait keberadaan Iptu Tomi, dan keluarga terus menunggu kabar baik sambil berharap pencarian segera membuahkan hasil.