JAKARTA, Riset dan inovasi bukan hanya fundamental untuk menangani krisis kembar: kesehatan dan ekonomi yang sedang terjadi di Tanah Air, melainkan esensial untuk memajukan Indonesia melalui Nawacita dan visi Indonesia Maju 2045 seperti yang digagas Presiden RI Joko Widodo.
Dalam dokumen Visi Indonesia 2045 yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, pilar pertama dalam pembangunan adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Iptek yang dihasilkan dari riset dan inovasi menjadi pilar pertama selain pilar ekonomi, pemerataan pembangunan, dan ketahanan serta tata kelola pemerintahan.
Indonesia juga memiliki mimipi teramat luhung untuk mengubah status menjadi negara berpendapatan tinggi, dan bertransformasi sebagai salah satu dari lima negara yang penghasil produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia pada tahun 2045. Menuju cita-cita tersebut, Indonesia harus berdaulat dan mampu berkompetisi dengan daya saing yang tinggi.
Dengan mimpi paripurna itu, tugas mahaberat berada di pundak lembaga yang bertanggung jawab pada riset dan inovasi. Presiden Jokowi pada periodenya yang kedua sebenarnya sudah membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Namun, BRIN saat itu masih digabungkan dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Setelah lebih dari 1 tahun berdiri, Presiden Jokowi menjadikan BRIN sebagai lembaga otonom yang memiliki peran berbeda dengan Kemenristek. Kemenristek pun akhirnya digabungkan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada hari Rabu ini, Presiden Jokowi menetapkan Keputusan Presiden Nomor 19 M Tahun 2021 yang menegaskan pengangkatan Laksana Tri Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional. Handoko, sapaan akrab pimpinan BRIN, sebelumnya merupakan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
“Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Presiden RI menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya memutuskan, menetapkan dan seterusnya, kesatu mengangkat Laksana Tri Handoko sebagai Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional terhitung sejak saat pelantikan,” tulis Keputusan Presiden yang dibacakan Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretaris Negara Nanik Purwanti di Istana Negara, Jakarta, Rabu.
Handoko dilantik Jokowi sebagai Kepala BRIN berbarengan dengan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi, dan Indriyanto Seno Adji menjadi anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Dalam kesempatan sebelumnya, Presiden Jokowi kerap kali menyampaikan agar BRIN menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, penerapan (litbang kirap), serta invensi dan inovasi nasional. Lembaga ini juga harus mampu mengelola agenda riset strategis nasional dari berbagai bidang, seperti energi, pangan, farmasi, pertahanan, dan teknologi informasi.
BRIN juga diminta terjun ke masyarakat untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi. Masalah tersebut, kemudian harus bisa diselesaikan melalui riset dan inovasi.
Kepala Negara juga berpesan agar BRIN mendorong hilirisasi inovasi dari para lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Pasalnya, jika digabungkan, anggaran riset dari seluruh litbang bisa mencapai Rp27,1 triliun.
Konsolidasi Litbang
Handoko, sapaan akrabnya, memiliki tugas penting untuk menjadikan BRIN sebagai “rumah” bagi seluruh peneliti, dan inovator. Dia tak bisa bekerja santai karena bangsa dan rakyat Indonesia membutuhkan produk riset dan inovasi untuk keluar dari masa sulit pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi.
Di tangan Handoko, BRIN harus menjadi wadah kolaborasi dan kerja sama antara lembaga penelitian, perguruan tinggi, dunia usaha, industri, dan masyarakat.
Hal itu agar karya-karya dan riset yang dilakukan tak berhenti di laboratorium dan berupa purwarupa saja. Riset-riset tersebut harus berbuah dan mampu berlanjut hingga tahap produksi massal untuk memenuhi kebutuhan domestik, bahkan diekspor ke mancanegara.
Bangsa Indonesia tentunya menanti kiprah BRIN agar pembentukan lembaga otonom bidang riset ini tidak hanya sekadar perubahan nomenklatur lembaga negara. Perlu ada tindak lanjut dari hasil-hasil inovasi anak bangsa untuk mengendalikan penularan COVID-19 selama setahun terakhir seperti pengembangan vaksin Merah Putih, produk RT-PCR test kit, rapid diagnostics test IgG/IgM, emergency ventilator, imunomodulator, terapi plasma convalescent, unit laboratorium bergerak dengan biosafety level (BSL) 2, kecerdasan buatan pendeteksi COVID-19 dari hasil sinar-X, robot medis dan penyinaran UV, hingga air purifying respirator.
“Saya bertanggung jawab untuk melakukan konsolidasi berbagai litbang (penelitian dan pengembangan) pemerintah, tentu kami ditargetkan melakukan konsolidasi secepat-cepatnya,” kata Handoko seusai pelantikan.
Kiprah Handoko
Sebelum dipilih Presiden Jokowi, peluang Handoko untuk memimpin BRIN kerap dibandingkan dengan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria.
Handoko sebelumnya menjadi Kepala LIPI setelah dilantik oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI saat itu M. Nasir pada tanggal 31 Mei 2018. Sebelumnya, fisikiawan ini merupakan Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI sejak 2014.
Saat memimpin LIPI, menurut keterangan di situs resmi LIPI, Handoko memiliki tiga kebijakan utama, yakni melanjutkan pembenahan manajemen riset di internal LIPI mengikuti norma dan standar global.
Kedua, mempercepat peningkatan kapasitas dan kompetensi riset melalui peningkatan kualifikasi sumber daya manusia (SDM), perekrutan diaspora secara masif dan kolaborasi dengan mitra dari dalam dan luar negeri.
Ketiga, meningkatkan peran LIPI sebagai penyedia infrastruktur (SDM dan perangkat keras/lunak) riset nasional, dan hub (tempat/wadah) kolaborasi untuk aktivitas kreatif berbasis iptek yang terbuka bagi semua kalangan (akademisi, mahasiswa, dan industri).
Pria kelahiran Malang, 7 Mei 1968, ini sebenarnya pernah berkuliah di Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung. Namun, baru 3 bulan berkuliah di kampus teknik terbaik di Indonesia itu, Handoko mendapat beasiswa untuk melanjutkan S-1 bidang fisika di Universitas Kumamoto Jepang. Di Negeri Matahari Terbit ini dia melanjutkan studi untuk meraih gelar master di Universitas Hiroshima bidang fisika teori pada tahun 1995. Pada tahun 1998, dia memperoleh gelar doktor pada universitas yang sama.
Kiprah Handoko sudah malang melintang di berbagai lembaga penlitian di luar negeri. Setelah menyelesaikan pendidikan tingginya, Handoko menjadi peneliti di lembaga-lembaga penelitian dunia seperti The Abdus Salam International Center for Theoretical Physics ICTP di Trieste, Italia, kemudian di Deutsches Elektronen-Synchroton di Hamburg, Jerman, serta Department of Physics di Yonsei University, Korea Selatan.
Handoko kemudian mejadi Kepala Grup Fisika Teori dan Komputasi Pusat Penelitian Fisika LIPI periode 2002—2012, dan 2012—2014, menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI.
Sederet prestasi juga pernah ditorehkan Handoko sebagai penliti. Sejak 1999, berdasarkan keterangan di situs resmi LIPI, Handoko setidaknya telah memperoleh penghargaan ilmiah sebanyak 14 kali, antara lain Simons ICTP Associate Fellow (periode 2014—2019) pada tahun 2013, PII Adhidarma Profesi Award pada tahun 2010, Penemuan Baru yang Bermanfaat bagi Negara pada 2010, The 400 most highly cited papers of All Time in High Energy Physics pada tahun 2010, Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa 2009 (Ilmu Pengetahuan) pada tahun 2009.
Selain itu, 101 Inovasi paling Prospektif pada tahun 2009, Satyalancana Wira Karya untuk Sains pada tahun 2009, Achmad Bakrie Awad untuk Bidang Sains pada tahun 2008, Asia Pacific ICT Award (e-Gov & Services) pada tahun 2006, Habibie Award untuk Bidang Ilmu Dasar pada tahun 2004, Asia Pacific ICT Award (Research & Development) pada tahun 2004, Asia Pacific ICT Award (Education & Training) pada tahun 2003, Peneliti Muda Indonesia Bidang Ilmu Dasar pada tahun 2002, dan Humboldt Fellow pada tahun 1999.