Membaca Ulang Anatomi Undang-Undang Desa dalam Skema Sustainable Development Goals SDGs.

SULBAR, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sulawesi menyelenggarakan Webinar Nasional Online yang bertemakan

Kegiatan yang diketuai oleh Andi Ismira ini juga menghadirkan para kepala desa beserta perangkat dan BPD Se-Provinsi Sulawesi Barat sebagai peserta. Beragam latar belakang para pakar desa dihadirkan sebagai penyaji, diantaranya adalah Tim Penyusun Undang-Undang Desa Budiman Sudjatmiko, Ketua STPMDAPMD Yogyakarta Sutoro Eko, Direktur Eksekutif LSN Syarif Arifaid, Ditjen PPMD Bito Wikantosa, serta Kepala Desa Tammangalle yang juga sebagai Ketua APDESI SULBAR Husain Nawawi.

Read More

Menurut Bito Wikantosa, dalam pemaparannya menyampaikan bahwa kedepan Pembangunan Desa harus berbasis Data. Data menjadi penting dalam merumuskan pembangunan desa.

Menurut Budiman Sudjatmiko, agenda setelah runtuhnya orde baru adalah kebebasan dan setelahnya dilanjutkan oleh agenda keadilan dan kemudian sekarang kita masuk kedalam babak baru perubahan dimana agenda kemajuan menjadi titik penting pembangunan. Agenda-agenda tersebut yang tidak terpisahkan satu sama lain. Menurutnya Kebebasan tanpa keadilan itu percuma, keadilan tanpa kemajuan tak ada gunanya. Oleh karena itu mantan aktifis 98 ini menawarkan konsep Trisakti ABC dan Revolusi Industri 4.0 sebagai solusi bagi pembangunan desa.

Menurut Syarif Arifaid, Desa merupakan instrumen kebijakan Pemberdayaan dan sekaligus sebagai sarana kedaulatan warga desa. Untuk itu Negara harus betul-betul memahami asas rekognisi dan subsidiaritas sebagai jalan paralel yang menghubungkan negara, masyarakat dan korporasi.

Menurut Sutoro Eko, dalam kritiknya menyampaikan bahwa SDGs adalah salah satu bentuk salah kaprah membangun desa. Menurutnya, pemerintah terlalu jauh masuk mengurusi Desa, sehingga merusak rekognisi, otorisasi dan distribusi. Baginya praktik yang terjadi selama ini menganggap pemerintah lebih banyak mengatur desa dan Desa lebih banyak mengurus dari pada mengatur. Beliau menawarkan tiga hal yang bersumber dari kepentingan masyarakat setempat dan kepentingan warga, yaitu distribusi, emansipasi dan intervensi. Sebagai solusi diakhir beliau menyampaikan bahwa kedepan desa memerlukan dua hal, yaitu mengedukasi dan melayani desa yang merupakan poin penting yang harus dilakukan oleh pemerintah, karena selama dalam implementasinya lebih banyak kasus ditemukan dimana negara mengintervensi desa secara massif.

Menurut Husain Nawawi, dalam paparannya menyampaikan perlunya penguatan kapasitas kepada para pelaku pembangunan didesa, sehingga tujuan SDGs ini bisa diwujudkan dalam bentuk rencana aksi desa. Saat ini dikembangkan setiap desa sebuah indikator program kemajuan desa melalui indeks desa membangun. Dimana kriteria pembangunan disusun didalamnya. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa telah dilakukan inovasi yang dilakukan oleh desa-desa yang ada di provinsi sulawesi barat, seperti dikabupaten polewali mandar yang mengembangkan desa Agro Wisata yang ada dikecamatan Bulo yaitu Kebun Raya Bulo. Kabupaten Pasang Kayu juga mengembangkan GEMA dSMART atau Gerakan Membangun Desa Sejahtera, Mandiri dan Bermartabat. Komitmen Kabupaten Mamasa dalam menurunkan angka STUNTING melalui Program Inovasi Desa. Dari sisi kearifan lokal, konsep siwali parri, yaitu asas gotong royong berskala masyarakat lokal mandar sulawesi barat juga telah dikembangkan sejak dulu dalam masyarakat di sulawesi barat. Modal sosial ini merupakan kekuatan utama dalam pembangunan desa berkelanjutan.

Sebagai penutup Webinar, Moderator Septiawan Ardiputra menyimpukan bahwa kesulitan desa memahami regulasi adalah persoalan tersendiri dalam pembangunan desa. Desa terlalu banyak menghadapi aturan, sementara kapasitas yang kurang memadai untuk menerjemahkan aturan tersebut dalam agenda aksi desa.

Related posts

Leave a Reply