Letkol Untung punya peran besar dalam meletusnya G30S pada 1965. Memegang jabatan sebagai Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa membuatnya mampu menggerakkan pasukan menculik sejumlah jenderal.
JAKARTA, Peristiwa G30S (Gerakan 30 September) atau banyak yang mengenalnya sebagai G30S PKI merupakan salah satu kisah kelam yang terjadi di Indonesia.
Salah satu tokoh yang paling sering disebut dalam peristiwa tersebut yakni Letkol Untung bin Samsoeri.
Perwira yang lahir di Sruni, Kebumen, Jawa Tengah itu akhirnya ditangkap di Tegal pada 11 Oktober 1965 dalam pelariannya menuju Kebumen. Lalu kemudian dihadapkan ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).
Gedung yang saat ini menjadi kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di seberang Taman Suropati, Jakarta Pusat dipilih jadi tempat digelarnya persidangan Mahmilub atas sejumlah tokoh yang dituding terlibat G30S PKI.
Sidang terhadap Letkol Untung dimulai pada 16 Februari 1966 dan berlangsung sampai awal Maret 1966.
Persidangan pada perwira militer utama sekaligus perancang operasi G30S tersebut berlangsung secara maraton. Setiap hari tanpa jeda.
Letkol CKH Iskandar SH bertindak sebagai Oditur dengan Ketua Majelis Hakim Letkol CKH Soedjono Wirjohatmodjo dibantu Letkol (Udara) Zaidun Pakti, AKB (Pol) Drs. Kemal Mahisa, Mayor (AL) Hasan Basjari, dan Mayor (Tit) Sugondo Kartanegara.
Dikutip dari buku G30S, Fakta atau Rekayasa karya Julius Pour selama persidangan, Untung menolak tuduhan dirinya bermaksud akan menggulingkan pemerintah serta merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno.
Saat ditanya Oditur, siapa yang punya gagasan menggulingkan pemerintah, Letkol Untung menjawab tidak pernah muncul gagasan semacam itu.
Menurutnya rencana mereka adalah membentuk kekuatan serta organisasi untuk mencegah kudeta yang akan dilakukan Dewan Jenderal.
“Selain itu, kami juga membentuk Dewan Revolusi untuk membersihkan semua anggota Dewan Jenderal,” ujar Untung. Ia pun merasa yakin ada rencana kup dari Dewan Jenderal. Kudeta itu menurut Untung dalam pembelaannya akan terjadi pada awal bulan Oktober 1965, jelang peringatan HUT ke-20 ABRI.
Untung mengemukakan, ada pengalaman ketika Istana Negara dikepung dengan tank dan meriam pada 17 Oktober 1952, dan deretan peristiwa yang mengancam Presiden Sukarno lainnya.
“Dengan pertimbangan lebih baik mendahului daripada didahului, kami orang-orang yang sederhana ini, memberanikan diri untuk memimpin Gerakan 30 September, menggagalkan coup dari Dewan Jenderal…,” ujarnya.
Dalam persidangan, Letkol Untung pun menyatakan dirinya setia pada presiden. Ia berkata,”… setelah aksi tersebut kita laporkan kepada presiden di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, beliau justru memberi perintah.. hentikan.”
“Segera, gerakan seluruh pasukan langsung saya hentikan, untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Saya selalu patuh kepada perintah presiden. Maka saya memerintahkan Letnan I Dul Arief, Komandan Pasukan Pasopati, yang sedang berada di Central Komando I Kantor PN Penas, untuk mengundurkan diri, kembali ke basis di daerah Lubang Buaya. Saya taat kepada perintah presiden.”
Ketua Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman mati pada 7 Maret 1966. Beberapa hal yang memberatkan di antaranya Untung tak pernah merasa bersalah dan kejahatannya berkualitas ganda.
Pengacara Letkol Untung, Gumuljo Wreksoatmodjo sempat mengirimkan surat pada presiden untuk memohonkan grasi. Hanya saja ketika dikunjungi Oditur di sel penjaranya, Untung menyatakan tidak bersedia mengajukan grasi.
Ia beralasan, Gerakan 30 September tidak mempunyai tujuan lain, kecuali menyelamatkan revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno dari rencana coup Dewan Jenderal.
Lalu menurutnya, prolog Gerakan 30 September yakni rencana coup tersebut tak pernah diselesaikan.
Terakhir, Untung menyatakan dirinya tak pernah berniat menggulingkan pemerintahan serta melakukan pemberontakan bersenjata.
Dalam surat pernyataan yang ditandatangani di Cimahi, 18 Maret 1966, Letkol Untung juga menyatakan bertanggung jawab penuh atas pembunuhan para jenderal dan seorang perwira pertama dan meminta pelaksana peristiwa tersebut dibebaskan dari segala tuntutan.
Tak ada catatan pasti kapan Letkol Untung dieksekusi atas peran pentingnya di peristiwa G30S PKI.
Ada versi yang menyebut, dia dihukum mati pada akhir Maret 1966, sesuai kesaksian Soebandrio. Namun, ada juga yang menyebut pada Oktober 1967.