JAKARTA, Rapat internal Komisi XI DPR RI pada 8 Juli 2024 menetapkan 75 nama calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
Proses ini bertujuan memastikan bahwa calon anggota BPK yang terpilih memiliki integritas, kompetensi, dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk mengemban tugas dan tanggung jawab di lembaga tersebut.
Namun, dari 75 nama calon anggota BPK RI tersebut, satu nama menarik perhatian publik: Wahyu Sanjaya, seorang calon anggota BPK RI, yang juga merupakan anak kandung dari Ketua Komisi XI DPR RI, Kahar Muzakir.
Wahyu Sanjaya, saat ini juga menjabat sebagai Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dan merupakan anggota Partai Demokrat, secara ironis kemungkinan besar akan diuji oleh ayahnya sendiri dalam fit and proper test di Komisi XI DPR RI.
“Mestinya yang terikat dan terkait dengan keluarga, ketika ada anaknya menjadi calon dan ayahnya yang menguji, itu mestinya untuk sementara di BK sementara tidak ikut FNP (Fit anda Proper Test) agar tidak terjadi konflik kepentingan,” tegas Ujang Komarudin, Pengamat Politik dari Al Azhar kepada Redaksi, Rabu, (24/7/2024).
“Dan bila terjadi dia (Kahar Muzakir, Ketua Komisi XI DPR RI-red) mengetes dan ikut lobi-lobi untuk menjadikan anaknya (Wahyu Sanjaya-red), itu sama saja melakukan tindakan KKN, ada nepotisme di situ. Walaupun pola ini kan merupakan pola yang biasa dan umum terjadi di republik ini,” tambah Ujang.
Artinya jika ini terjadi, demokrasi di DPR RI terlihat semakin rentan dan berada di ujung tanduk. Benturan kepentingan yang jelas ini memperlihatkan betapa proses politik di Indonesia sering kali diwarnai oleh praktik-praktik yang meragukan moral dan etikanya.
Hal ini tentunya akan menambah deretan contoh konflik kepentingan yang terjadi di pemerintahan, dimana moral dan etika sering kali menjadi isu yang dipertanyakan.
“Lucu jadinya, ayahnya mengetes anaknya, walaupun secara kelembagaan di DPR tidak ada larangan, tapi soal moral dan etik ini yang harus dipegang teguh oleh anggota DPR. Ketika ada conflict of interest ya jangan dilakukan,” lanjut Ujang.
Transparansi dalam proses seleksi calon anggota BPK RI ini sangat penting untuk memastikan bahwa yang terpilih adalah mereka yang benar-benar memenuhi syarat dan bebas dari konflik kepentingan.
Sebab, sambung Ujang, proses yang dibumbui konflik kepentingan tentu akan memberikan kerugian, terutama bagi para calon anggota BPK RI lainnya.
“Ini tentu akan merugikan pihak lain, terutama calon BPK lain yang tidak memiliki ikatan keluarga di situ. Karena seorang anak potensi menangnya tinggi, dan dilihat dari moral etik nya itu kurang bagus, tidak baik untuk dilakukan,” pungkasnya. Redaksi Dnews sudah berupaya menghubungi Wahyu Sanjaya untuk mengklarifikasi hal ini, tapi tidak ada respon dari yang bersangkutan.