JAKARTA, Komisi XII DPR RI tengah mempertimbangkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menginvestigasi kasus korupsi dalam tata kelola minyak yang melibatkan PT Pertamina. Wakil Ketua Komisi XII Sugeng Suparwoto mengatakan, pembentukan pansus ini dirasa penting mengingat dampak besar yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan tingginya tingkat korupsi yang terlibat.
“Segera kami akan membahas hal ini dalam rapat informal pimpinan. Kasus ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan tingginya tingkat korupsi yang terjadi,” ungkap Sugeng, Kamis (6/3/2025), di Gedung DPR RI.
Menurut Sugeng, dorongan untuk pembentukan pansus juga datang dari komisi-komisi lain yang melihat pentingnya penanganan masalah ini secara lebih serius. “Kami dihubungi banyak pihak, termasuk komisi lain, yang mendukung pembentukan pansus ini karena masalahnya sangat besar dan melibatkan banyak kepentingan,” ujarnya. Sugeng menambahkan bahwa masalah ini sudah melibatkan lintas komisi, salah satunya Komisi VI DPR RI yang menjadi mitra Kementerian BUMN.
Selain itu, Komisi XII berencana untuk memanggil Balai Besar Lemigas untuk meminta penjelasan terkait hasil pengecekan kualitas bahan bakar minyak (BBM) di lapangan. “Kami akan memanggil Lemigas untuk mengecek kualitas dan spesifikasi BBM yang beredar di masyarakat,” jelas Sugeng.
Kasus korupsi di PT Pertamina ini terkait dugaan manipulasi pengadaan minyak mentah dan produk kilang antara tahun 2018 hingga 2023. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Salah satu dugaan yang terungkap adalah PT Pertamina Patra Niaga membeli Pertalite dan mencampurnya (blending) untuk dijadikan Pertamax dengan harga yang lebih tinggi dari harga seharusnya.
Seiring dengan terungkapnya kasus ini, PT Pertamina Patra Niaga membantah adanya praktik pengoplosan BBM. Dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI pada 26 Februari 2025, Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan bahwa Pertamax yang dijual di SPBU telah sesuai dengan standar yang berlaku. Ega menjelaskan bahwa pihaknya hanya menambah aditif pada BBM jenis Pertamax, namun tidak melakukan pengoplosan dengan Pertalite.
Namun, Kejaksaan Agung membantah klaim tersebut. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa hasil penyidikan menunjukkan bahwa Pertalite yang dibeli dengan harga Pertamax, dicampur dengan bahan bakar lain dan dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi. “Kami memiliki bukti kuat terkait pengoplosan yang terjadi, yang ditemukan berdasarkan keterangan saksi,” ungkap Abdul Qohar.
Penyidikan lebih lanjut akan dilakukan dengan melibatkan ahli untuk memverifikasi temuan-temuan tersebut. Kejagung juga berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memastikan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus ini menjadi sorotan penting mengingat dampaknya yang luas terhadap masyarakat, terutama dalam hal penyediaan bahan bakar yang menjadi kebutuhan pokok bagi banyak sektor kehidupan. Oleh karena itu, pembentukan pansus di DPR RI dinilai menjadi langkah yang tepat untuk memastikan penyelidikan berjalan transparan dan menyeluruh.
Sugeng Suparwoto menegaskan, Komisi XII DPR RI akan segera membahas dan memutuskan mengenai pembentukan pansus dalam waktu dekat. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat, serta menjaga integritas sektor energi yang vital bagi perekonomian Indonesia.
Dengan semakin banyaknya komisi yang terlibat dan dukungan masyarakat, pembentukan pansus ini diyakini akan menjadi solusi konkret dalam menanggulangi kasus korupsi yang telah merugikan negara dan rakyat.