Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) senantiasa melakukan pengendalian alih fungsi lahan sawah guna menjaga ketahanan pangan. Seperti yang diungkapkan oleh Budi Situmorang selaku Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR), Kementerian ATR/BPN dalam siaran langsung program Dialog Indonesia yang diselenggarakan oleh TVRI, Selasa (23/02/2021).
Budi Situmorang memberikan klarifikasi mengenai adanya pemberitaan yang kurang tepat terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang dihubungkan dengan peningkatan alih fungsi lahan terutama sawah, yang dikhawatirkan mengganggu stabilitas pangan nasional. “Hal itu kurang pas, sebenarnya alih fungsi lahan sawah sudah banyak terjadi sebelum UUCK berlangsung,” tutur Dirjen PPTR pada acara dialog tersebut.
Menurut data lahan sawah Kementerian ATR/BPN, pada tahun 2011 Indonesia memiliki 8,1 juta hektare lahan sawah, kemudian pada tahun 2013 sudah berubah menjadi 7,75 juta hektare. Berlanjut pada tahun 2018, menjadi 7,1 juta hektare sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan alih fungsi lahan sudah meningkat jauh sebelum adanya implementasi UUCK ada dengan kisaran laju alih fungsi lahan sebesar 100.000 – 150.000 hektare per tahun.
Lebih lanjut, terdapat pula pemahaman tentang UUCK yang akan lebih memprioritaskan proyek untuk kepentingan umum dan proyek strategis nasional, seolah-olah lahan persawahan akan tergerus. Namun, menurut Budi Situmorang, pemahaman ini agaknya kurang sesuai karena bukan serta merta berubah begitu saja.
“Kementerian ATR/BPN sendiri telah menyiapkan beberapa langkah strategis terkait pengendalian pemanfaatan ruang termasuk yang sawah, termasuk lahan sawah yang telah dialokasikan dalam rencana tata ruang sebagai lahan dilindungi atau lahan abadi,” ujarnya.
Langkah strategis pengendalian pemanfaatan ruang tersebut yakni, pertama Kementerian ATR/BPN akan menetapkan zonasi dan aturan khusus sesuai dengan lokasi lahan sawah yang telah ditentukan. Jika pada lokasi zonasi tersebut menjadi sasaran proyek strategis nasional, maka sekitarnya tidak boleh berubah. “Kedua, jika akan terjadi perubahan, Kementerian ATR/BPN akan mengambil langkah penilaian terukur dan strategis, apakah proyek stategis nasional di lahan abadi tersebut akan memberi dampak pada nilai tambah ekonomi maupun sosial,” kata Budi Situmorang.
Dirjen PPTR juga menambahkan bahwa sebagai langkah ketiga Kementerian ATR/BPN akan memberikan insentif kepada para petani yang punya lahan sawah. “Adanya pengendalian alih fungsi lahan sawah ini, aktivitas ekonomi melalui proyek strategis nasional tetap sejalan dengan pengendalian lahan guna kebutuhan pangan nasional hingga beberapa tahun mendatang,” kata Budi Situmorang.