Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar meminta tanggung jawab pasangan calon kepala daerah untuk menaati protokol kesehatan demi mencegah klaster COVID-19 di pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020.
“Supaya ini tidak hanya menjadi beban penyelenggara dan aparat terkait, maka yang harus kita tebalkan soal tanggung jawab pasangan calon, mematuhi dan bertanggung jawab ketika terjadi pelanggaran protokol kesehatan,” katanya di Jakarta, Sabtu.
Dia menyebutkan aktor utama yang paling menentukan di pilkada itu adalah paslon, mereka lah yang menentukan dipatuhi atau tidaknya protokol kesehatan karena para pasangan calon kepala daerah yang mengendalikan massa.
Oleh karena itu jika melanggar protokol kesehatan, para calon kepala daerah yang ikut berkompetisi harus menerima sanksi, bahkan harusnya mendapat sanksi terberat.
“Kalau perlu begitu (dibatalkan sebagai calon), sanksi ini kan hukum kesepakatan (bisa dibuat dan direalisasikan),” kata dia.
Bahtiar mengatakan semestinya ada tidak adanya pilkada tidak memberi dampak klaster baru COVID-19 jika seluruh pihak menaati aturan protokol kesehatan.
“Dengan adanya pilkada malah aturannya jadi dobel, protokol kesehatan secara umum dan juga aturan yang dibuat untuk pilkada, sudah ada larangan-larangannya, waktunya dan siapa pelakunya untuk pilkada,” katanya.
Tinggal menurut dia tanggung jawab pasangan calon kepala daerah untuk menjaga agar tidak terjadi kerumunan-kerumunan di tahapan pilkada.
“Paslon juga harus bisa mengatur tim dan simpatisannya, bagaimana dia bisa memimpin (jadi kepala daerah) kalau tidak ada tanda-tanda baik. Jadi jangan dibebani seluruhnya pada penyelenggara, dan kasihan pada penegak hukum juga,” ujarnya.
Beberapa tahapan yang perlu menjadi perhatian menurut dia yakni penetapan pasangan calon, pengundian nomor urut dan kampanye. Tiga tahapan tersebut berpotensi menyebabkan kerumunan massa yang bisa saja menjadi sarana penularan COVID-19.