JAKARTA, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami asal usul uang sebesar Rp920 miliar yang ditemukan di kediaman eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Proses pengusutan ini disebut tidak mudah mengingat jumlah uang yang sangat besar dan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam kurun waktu panjang.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menyatakan, penyidik sedang bekerja untuk mengidentifikasi sumber uang tersebut.
“Sedang diidentifikasi siapa pemberinya. Ini tidak mudah karena kasus ini sudah berlangsung lama, sejak tahun berapa. Selain itu, jumlah uangnya juga harus dipastikan kebenarannya, serta kaitan kasusnya apa,” ujar Febrie, Kamis (9/1).
Febrie menegaskan, penyidik tidak bisa serta merta mempercayai keterangan Zarof tanpa alat bukti pendukung. Penyidik juga berupaya memastikan motif di balik pemberian uang tersebut.
“Kalau Zarof menyebut uang ini dari pihak A, kita tidak bisa langsung menuding pihak A tanpa bukti pendukung. Semua harus berdasarkan alat bukti yang kuat,” tambahnya.
Ia meminta masyarakat bersabar dan menunggu hasil penyidikan yang dilakukan secara teliti. Penyidik, kata Febrie, juga membatasi keterlibatan Zarof dalam pemberitaan untuk memastikan proses pengumpulan bukti berjalan lancar.
“Kami tidak ingin penyidik terganggu saat mencari sumber asal uang tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengungkapkan bahwa Zarof diduga menerima gratifikasi sebesar Rp920 miliar dalam kurun waktu 2012 hingga 2022. Gratifikasi tersebut terkait pengurusan sejumlah perkara di MA.
“ZR menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai, baik rupiah maupun mata uang asing, serta emas batangan seberat 51 kilogram,” ungkap Abdul dalam konferensi pers pada Jumat (25/10).
Sebagian besar uang tunai itu ditemukan di kediaman Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. Penyidik merinci temuan mata uang asing tersebut, yakni, Dollar Singapura berjumlah 74.494.427, Dollar Amerika Serikat dengan jumlah 1.897.362, Euro jumlahnya 71.200, Dollar Hongkong berjumlah 483.320 dan Rupiahdengan jumlah Rp5,725 miliar
Selain itu, penyidik juga menemukan logam mulia berupa emas Antam seberat 46,9 kilogram, serta sejumlah emas dalam bentuk kepingan dengan total berat mencapai beberapa kilogram.
Kasus dugaan gratifikasi ini menjadi salah satu prioritas Kejagung. Febrie memastikan pihaknya akan terus mendalami semua bukti dan informasi terkait untuk menuntaskan kasus ini.
“Ini memerlukan waktu dan ketelitian, tapi kami pastikan semua proses dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” pungkas Febrie.
Kasus ini mencuatkan kembali perhatian publik terhadap praktik gratifikasi di lembaga peradilan. Masyarakat diharapkan terus mendukung upaya Kejagung dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum di Indonesia.