Kehadiran Fadli Zon di Seminar UNJ Picu Kontroversi: Mahasiswa Ditekan, Prodi dan Kementerian Saling Lempar Tanggung Jawab

Sumber: LPM Didaktika

Mahasiswa Pendidikan Sejarah UNJ kritik kehadiran Fadli Zon sebagai keynote speaker seminar nasional. Unggahan protes diminta dihapus oleh oknum Kementerian Kebudayaan. Prodi dinilai abai.

JAKARTA, Seminar Nasional bertajuk “Menulis Sejarah, Membangun Bangsa” yang diselenggarakan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada Sabtu, 5 Juli 2025, menjadi sorotan tajam. Acara yang merupakan bagian dari Kongres Perkumpulan Prodi Pendidikan Sejarah Se-Indonesia (P3SI) itu menghadirkan politisi Fadli Zon sebagai keynote speaker, memicu gelombang kritik dari mahasiswa.

Read More

Fadli Zon ditolak karena pernyataannya yang menyangkal tragedi pemerkosaan massal Mei 1998 dan rencananya menulis ulang sejarah Indonesia. Banyak mahasiswa menilai kehadirannya melecehkan nilai akademik dan sejarah bangsa yang telah terdokumentasi.

“Kalau dia bilang peristiwa pemerkosaan massal itu tidak ada, berarti dia menolak sejarah. Itu ngawur secara keilmuan dan tidak etis secara moral,” ujar Fathur Rahman, Ketua BEM Prodi Pendidikan Sejarah 2025, dikutip dari LPM Didaktika, Jumat (4/7).

Fathur mengaku panitia yang terdiri dari dosen dan mahasiswa mendapat arahan untuk menjaga kelancaran acara, meski ada penolakan terhadap narasumber. Prodi meminta mahasiswa tak membuat kegaduhan karena UNJ bertindak sebagai tuan rumah.

“Kami tidak bisa menolak secara terbuka. Meski dalam hati menolak, kami harus aktif membantu acara,” katanya.

Namun sehari sebelum acara, izin kehadiran mahasiswa dibatalkan sepihak dengan alasan kapasitas penuh dan hanya guru sejarah yang diizinkan hadir.

Kekecewaan mahasiswa berlanjut saat surat terbuka penolakan yang diunggah BEM Prodi Pendidikan Sejarah di Instagram mendapat tekanan penghapusan dari oknum Kementerian Kebudayaan.

“Setelah postingan naik, pihak kementerian menghubungi prodi dan meminta konten tersebut diturunkan,” jelas Arif (nama samaran), mahasiswa angkatan 2023, dikutip dari LPM Didaktika, Sabtu (5/7).

Tekanan berlanjut saat seminar berlangsung. Pembina organisasi mahasiswa didatangi langsung oleh perwakilan kementerian dengan permintaan serupa. Ketua BEM juga “dicari” untuk dimintai klarifikasi.

Fadli Zon sendiri tidak hadir langsung, melainkan menyampaikan materi secara daring.

Tekanan membuat Arif merasa tidak aman. Ia bahkan sempat meninggalkan rumah setelah mengetahui tempat tinggalnya dipantau orang tak dikenal. Beberapa teman sempat ingin menghapus unggahan karena takut risiko pada kuliah dan organisasi.

“Kami tetap teguh tidak menurunkan postingan. Meski diancam, kami akan terus bersuara,” tegasnya.

Arif menyayangkan sikap pasif prodi dan kampus yang seharusnya menjadi ruang melindungi kebebasan berpikir dan berekspresi.

“Diam dalam ketidakadilan adalah pembiaran. Kalau prodi yang paham sejarah saja bungkam, mahasiswa harus cari perlindungan ke mana lagi?” ujarnya.

Saat dikonfirmasi, Kaprodi S2 Pendidikan Sejarah UNJ, Abrar, menolak berkomentar dan menyarankan menghubungi P3SI sebagai penyelenggara utama.

Namun, Fathur dan Arif menelusuri sumber tekanan dan mendapati permintaan penurunan berasal dari oknum Kementerian Kebudayaan.

“Saya mengecam tindakan oknum kementerian yang menjadikan mahasiswa kambing hitam untuk agenda pribadi,” tegas Arif.

 

Related posts

Leave a Reply