JAKARTA, Anggota Komisi VI DPR RI, Budi Sulistyono atau yang akrab disapa Kanang, mengusulkan penataan ulang struktur kelembagaan dalam sistem perkeretaapian nasional. Ia menilai pengelolaan perkeretaapian yang selama ini terpusat pada satu entitas berisiko menimbulkan ketidakefisienan dan kerentanan sistemik.
Dalam rapat kerja bersama mitra kerja sektor transportasi, Kanang menyatakan perlunya pemisahan fungsi pengelolaan perkeretaapian ke dalam tiga unit usaha terpisah, yakni unit industri, operator, dan penyedia prasarana.
“Saya sepakat dengan The Green Team bahwa urusan perkeretaapian memang harus dibagi tiga. Unit industri, unit operator, dan satu lagi sebagai penyedia prasarana,” ujar Kanang dalam keterangannya, Sabtu (26/7/2025).
Menurut Kanang, pemisahan fungsi kelembagaan bukanlah hal baru. Dalam sistem transportasi global, seperti penerbangan dan pelayaran, operator tidak sekaligus menjadi pengelola prasarana.
“Dalam penerbangan, tidak ada maskapai yang sekaligus mengelola bandara. Begitu pula di sektor pelayaran, pelabuhan dikelola pihak lain, bukan operator kapal. Ini demi efisiensi dan transparansi,” jelas mantan Bupati Ngawi dua periode itu.
Ia juga menilai model terbuka seperti itu bisa membuka peluang bagi investor swasta untuk masuk ke sektor perkeretaapian, khususnya dalam pengembangan infrastruktur dan logistik.
Lebih lanjut, Kanang menyoroti struktur PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang dinilainya terlalu besar karena menggabungkan berbagai fungsi, mulai dari manufaktur, pengoperasian, hingga pengelolaan prasarana.
“Kalau semua fungsi dipegang satu entitas, lalu terjadi gangguan di satu lini, maka seluruh sistem bisa terganggu. Ini tidak sehat untuk sistem transportasi nasional,” ujarnya.
Ia juga menyinggung soal PT Industri Kereta Api (INKA) yang saat ini menjadi andalan ekspor kereta buatan dalam negeri. Menurutnya, INKA sebaiknya fokus pada sektor manufaktur dan tidak perlu terintegrasi secara vertikal ke dalam sistem operator maupun infrastruktur.
“Kalau INKA melakukan ekspor, biarkan fokus pada ekspor saja. Jangan semua dicampur, karena bisa memperumit sistem,” tambahnya.
Kanang menekankan bahwa reformasi sistem transportasi berbasis rel seharusnya diarahkan pada pembangunan jaringan logistik nasional yang kuat. Ia meyakini bahwa keterlibatan swasta dalam pengembangan kereta barang dan terminal logistik akan mempercepat konektivitas wilayah dan menurunkan biaya logistik nasional.
“Kereta barang bisa menjadi tulang punggung logistik ke depan. Kalau infrastrukturnya dikelola secara terbuka, swasta akan tertarik masuk. Ini akan mendorong konektivitas dan menekan biaya logistik,” ujar anggota Badan Anggaran DPR RI tersebut.
Kanang menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa transformasi transportasi nasional tidak boleh berhenti pada wacana semata. Ia menilai DPR memiliki peran strategis untuk mendorong langkah konkret dalam reformasi kelembagaan perkeretaapian.