Kanang Desak Pemerintah Susun SOP Limbah Dapur MBG, Setelah Air Irigasi di Ngawi Diduga Tercemar

Foto: DPD PDI Perjuangan Jawa Timur

NGAWI, Dugaan pembuangan limbah dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke saluran irigasi pertanian di Desa Jambangan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, memicu keresahan warga. Air irigasi yang biasanya jernih kini berubah warna, mengeluarkan bau menyengat, dan menimbulkan busa di permukaannya. Akibatnya, pertumbuhan padi di sejumlah lahan warga terganggu.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Budi Sulistyono (Kanang), mendesak pemerintah pusat dan daerah segera menetapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) tegas terkait pengelolaan limbah dapur MBG.

Read More

“Program nasional yang utama adalah kedaulatan pangan. MBG boleh jalan, tapi jangan mengganggu ketahanan pangan,” kata Kanang melalui keterangan tertulisnya, Rabu (5/11/2025).

Kanang menjelaskan, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa limbah dapur MBG diduga mengalir langsung ke saluran irigasi. Air yang semula bening kini berubah warna, berbau, dan berdampak pada pertumbuhan tanaman padi.

“Pertumbuhan tanaman tidak merata, sebagian mulai mengering. Limbah langsung seperti ini harus mendapat perhatian serius,” ujarnya.

Sejumlah petani di wilayah Paron juga melaporkan bahwa tanaman mereka tak tumbuh optimal sejak saluran irigasi tercemar. Mereka berharap pemerintah segera menindaklanjuti masalah tersebut sebelum kerusakan lahan meluas.

Menurut Kanang, program Makan Bergizi Gratis merupakan inisiatif baik pemerintah untuk meningkatkan gizi anak sekolah. Namun, pelaksanaannya tidak boleh mengorbankan aspek lingkungan dan pertanian.

Ia menilai, persoalan di Ngawi terjadi karena lemahnya perencanaan dan pengawasan di tingkat daerah.

“Dapur MBG tidak dirancang dengan baik. Fokusnya hanya pada memasak dan distribusi makanan, tanpa memperhitungkan bagaimana limbah dikelola,” ujar mantan Bupati Ngawi dua periode itu.

Kanang mendesak agar pemerintah segera menetapkan SOP nasional untuk pengelolaan limbah dapur MBG di seluruh Indonesia. Ia menegaskan, setiap dapur harus memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang layak, izin lingkungan resmi, serta pengawasan berkala dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

“Harus ada SOP yang tegas, termasuk IPAL wajib, izin lingkungan, dan pengawasan rutin. Ini penting agar kasus seperti di Ngawi tidak terulang,” katanya.

Lebih lanjut, Kanang meminta pemerintah pusat membentuk tim terpadu lintas instansi untuk menyusun pedoman teknis pengelolaan dapur MBG secara komprehensif — mulai dari desain dapur, sistem IPAL, hingga evaluasi rutin.

“Pengawasan itu wajib, bukan insidental. DLH harus aktif memeriksa kelayakan lingkungan setiap dapur MBG. Jangan sampai kasus seperti ini baru ramai setelah petani menjerit,” ujar Kanang.

Ia menegaskan, meski program MBG penting bagi peningkatan gizi anak, pelaksanaannya tidak boleh mengganggu ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

“Kalau bicara nasional, program utama negara adalah ketahanan pangan. MBG menyusul. Jangan sampai program yang tujuannya baik justru menimbulkan masalah baru,” pungkasnya.

Related posts

Leave a Reply