JAKARTA, Provinsi Jawa Timur mencatatkan jumlah penduduk miskin terbanyak secara nasional meski mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan I tahun 2025. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Jatim per Maret 2025 mencapai 3.875.880 orang, atau hampir 16,3% dari total penduduk miskin nasional yang berjumlah 23,85 juta orang.
Ironisnya, pertumbuhan ekonomi Jatim justru lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ekonomi Jatim tumbuh sebesar 5% secara tahunan (year-on-year), melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 4,87%. Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi provinsi ini mencapai 1,14%.
BPS dalam laporan resminya mencatat bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur atas dasar harga berlaku mencapai Rp 819,30 triliun, sementara PDRB atas dasar harga konstan 2010 berada di angka Rp 494,19 triliun.
Secara struktur, lapangan usaha industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar terhadap perekonomian Jatim dengan kontribusi sebesar 31,42%. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga (PK-RT) mendominasi dengan sumbangan mencapai 60,94% terhadap PDRB.
Pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor pengadaan listrik dan gas yang tumbuh 10,40%, sementara sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencatat pertumbuhan paling signifikan dari sisi produksi dengan 14,17%.
Meski jumlah penduduk miskin di Jawa Timur turun 17,94 ribu orang dibandingkan September 2024, angka kemiskinan tetap menjadi sorotan. Persentase penduduk miskin di wilayah perkotaan naik menjadi 7%, sementara di perdesaan menurun menjadi 12,86%.
Garis kemiskinan di Jatim per Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp 558.029 per kapita per bulan, terdiri dari:
-
Garis kemiskinan makanan: Rp 425.719 (76,29%)
-
Garis kemiskinan non-makanan: Rp 132.310 (23,71%)
Dengan rata-rata anggota rumah tangga miskin sebanyak 4,24 orang, maka kebutuhan minimum satu rumah tangga miskin diperkirakan mencapai Rp 2.366.043 per bulan.
Meskipun ekonomi Jatim menunjukkan kinerja yang kuat, angka kemiskinan yang tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan belum sepenuhnya inklusif. Pemerintah daerah diharapkan dapat memastikan pemerataan hasil pembangunan serta memperkuat program pengentasan kemiskinan, khususnya di wilayah pedesaan yang masih mendominasi struktur kemiskinan di provinsi ini.