JAKARTA, Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada Rabu, 29 Januari 2025, kembali diwarnai dengan fenomena hujan. Selama ini, hujan yang turun pada perayaan Imlek sering kali dikaitkan dengan keberuntungan dan keberkahan yang melimpah, terutama di Indonesia. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak, baik dari sudut pandang budaya maupun ilmiah.
Budayawan Tionghoa Cirebon, Jeremy Huang Wijaya, menjelaskan bahwa hujan yang turun pada Tahun Baru Imlek sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam, bukan sekadar mitos. Menurutnya, Imlek merupakan perayaan yang menandai awal musim semi dan masa tanam. “Imlek adalah masa awal musim tanam, ketika bibit ditanam dan hujan sangat dibutuhkan untuk menyuburkan tanah,” ujarnya. Oleh karena itu, hujan pada Imlek diyakini menjadi pertanda kota yang mendapat banyak rezeki karena menyuburkan tanah pertanian.
Penjelasan Ilmiah: Hujan di Musim Puncak Hujan
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena hujan saat Tahun Baru Imlek dapat dijelaskan dengan sistem penanggalan Imlek yang menggunakan kalender lunar-solar, yang menggabungkan antara kalender Matahari dan Bulan. Karena perayaan Imlek selalu jatuh di bulan Januari-Februari, periode ini bertepatan dengan puncak musim hujan di sebagian wilayah Indonesia.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, menambahkan bahwa hujan saat Tahun Baru Imlek sebenarnya disebabkan oleh musim hujan yang memang terjadi di Indonesia pada bulan tersebut. “Pada bulan-bulan tersebut, Indonesia berada dalam puncak musim hujan, yang biasanya ditandai dengan curah hujan yang cukup tinggi,” ujar Ida.
Menurut Ida, hujan yang turun saat Imlek juga dipengaruhi oleh pola angin Monsun Asia yang membawa udara basah dari Benua Asia dan Samudera Pasifik ke wilayah Indonesia. Angin Monsun Asia ini bertiup dari arah barat menuju timur, membawa kelembapan yang menyebabkan hujan.
Tokoh Tionghoa Solo, Sumartono Hadinoto, menilai bahwa fenomena hujan pada Tahun Baru Imlek merupakan kearifan lokal yang berkembang di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa di negara-negara seperti China dan Eropa, perayaan Imlek justru sering bertepatan dengan turunnya salju, karena di sana tidak ada musim hujan. “Hujan saat Imlek adalah kearifan lokal yang sudah ada sejak zaman nenek moyang,” ungkap Sumartono.
Masyarakat Tionghoa di Indonesia menganggap hujan sebagai simbol keberkahan, bukan sebagai hambatan dalam merayakan Tahun Baru Imlek. “Meskipun cuaca tidak selalu mendukung, orang selalu bisa mengolahnya menjadi sesuatu yang baik,” tambahnya.