Golkar Desak MKD Hentikan Gaji Anggota DPR Nonaktif: “Kalau Tak Bekerja, Jangan Digaji”

Ilustrasi, suasana rapat paripurna ke-16 masa persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025). Rapat paripurna tersebut dalam rangka penutupan masa persidangan II Tahun Sidang 2024-2025. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

JAKARTA, Fraksi Partai Golkar di DPR RI secara tegas mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk segera mengeluarkan keputusan resmi yang menghentikan pembayaran gaji dan tunjangan bagi anggota DPR yang berstatus nonaktif.

Ketua Fraksi Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menyatakan bahwa keanggotaan DPR membawa konsekuensi logis terhadap pemenuhan fungsi dan kewajiban. Jika seorang anggota dinonaktifkan oleh partai, maka secara etis dan logis, hak-hak finansialnya juga harus dicabut.

Read More

“Itulah bedanya antara anggota DPR yang aktif dengan yang nonaktif. Jika belum ada rujukan, MKD dapat membuat keputusan yang menjadi pegangan bagi Sekretariat Jenderal DPR,” kata Sarmuji dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/9).

Sarmuji, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar, menambahkan bahwa anggota nonaktif tidak lagi menjalankan fungsi representasi rakyat, sehingga tidak layak menikmati gaji dan fasilitas negara.

“Kalau tidak menjalankan tugas, ya, haknya juga hilang. Ini bagian dari mekanisme yang adil dan transparan,” tegasnya.

Pernyataan ini memperkuat sikap politik Fraksi Golkar yang menilai bahwa status “nonaktif” seharusnya membawa dampak nyata, termasuk penghentian hak keuangan.

Isu ini muncul di tengah sorotan publik terhadap lima anggota DPR yang dinonaktifkan oleh partai masing-masing, namun masih berpotensi menerima gaji dan tunjangan.

Daftar anggota DPR yang saat ini berstatus nonaktif:

  • Ahmad Sahroni (NasDem)

  • Nafa Urbach (NasDem)

  • Eko Patrio (PAN)

  • Uya Kuya (PAN)

  • Adies Kadir (Golkar)

Namun, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, memiliki pandangan berbeda. Ia menegaskan bahwa secara regulasi, baik dalam Undang-Undang MD3 maupun Tata Tertib DPR, tidak dikenal istilah “anggota nonaktif”.

“Tatib maupun UU MD3 memang tidak mengenal istilah nonaktif. Tapi saya menghormati keputusan yang diambil oleh masing-masing partai,” ujar Said.

Secara teknis, lanjut Said, anggota DPR yang berstatus nonaktif tetap akan menerima hak-haknya selama belum diberhentikan secara resmi.

“Kalau dari sisi teknis, ya tetap terima gaji. Karena sebagaimana saya sampaikan tadi,” ucapnya.

Related posts

Leave a Reply