Ekonomi Global Masih Labil, Sri Mulyani Soroti Dampak Kebijakan Trump dan Perang Dagang

Menteri Keuangan, Sri Mulyani

JAKARTA, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi terbaru perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian, meskipun menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Dalam konferensi pers hari ini, ia menyampaikan bahwa dinamika geopolitik dan kebijakan ekonomi sejumlah negara besar, terutama Amerika Serikat (AS), masih menjadi faktor utama yang memengaruhi situasi global saat ini.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa perang dagang antara AS dan Tiongkok mulai menunjukkan tanda-tanda deeskalasi. Kedua negara sepakat menunda pemberlakuan tarif baru selama 90 hari. Sementara itu, AS telah mencapai kesepakatan dagang dengan Inggris, yang menjadi sinyal positif di tengah tekanan global.

Read More

“Kondisi dunia masih dalam dinamika yang tinggi meskipun ada perkembangan deeskalasi,” ujar Sri Mulyani, Jumat (23/5/2025).

Namun, ketidakpastian masih menyelimuti sejumlah sektor industri. Hal ini disebabkan oleh masih berlanjutnya executive order dari pemerintah AS, yang berdampak pada industri farmasi, semikonduktor, mineral kritis, alat berat seperti crane dan kapal, hingga seafood, truk, dan pesawat.

Sri Mulyani juga menyoroti perbedaan arah kebijakan moneter sejumlah bank sentral dunia. Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga acuannya, sementara Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Inggris, dan Bank Sentral Tiongkok memilih memangkas suku bunga demi mendorong pertumbuhan.

“Bank Sentral RRT menurunkan suku bunga 10 bps dan juga menurunkan reserve requirement ratio 50 bps. Ini bentuk stimulus moneter karena tekanan dari AS dipandang bisa mengancam pertumbuhan ekonomi mereka,” jelasnya.

Bank Indonesia (BI) turut merespons situasi global dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%. Langkah ini disebut sebagai sinyal stabilisasi dari BI dalam menjaga inflasi dan nilai tukar rupiah tetap terkendali.

“BI ingin mendukung pertumbuhan ekonomi melalui pelonggaran suku bunga, apalagi inflasi rendah dan kurs rupiah relatif terjaga,” tambah Sri Mulyani.

Ekonomi Amerika Serikat dilaporkan hanya tumbuh 2% secara tahunan (year on year) pada kuartal I-2025. Lembaga pemeringkat Moody’s bahkan menurunkan peringkat kredit AS akibat kekhawatiran terhadap utang publik negara tersebut.

Di sisi lain, Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 4,87% pada kuartal pertama tahun ini, dengan inflasi terkendali di level 1,95% secara tahunan per April 2025. Nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp16.406 per dolar AS pada akhir periode.

“Gejolak pasar keuangan global relatif lebih mereda dibandingkan awal April lalu,” kata Sri Mulyani.

Dengan kondisi global yang masih bergejolak namun cenderung stabil, pemerintah Indonesia terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan dengan kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif serta responsif terhadap perkembangan internasional.

Related posts

Leave a Reply