JAKARTA, Akhir bulan lalu, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyatakan bahwa krisis pangan dunia berpotensi terjadi pada April dan Mei karena rantai pasokan terganggu kebijakan negara-negara dalam menekan penyebaran virus corona. Misalnya, pemberlakuan karantina wilayah atau lockdown, pembatasan sosial, dan larangan perjalanan.
Menanggapi hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) meminta pemerintah untuk mengeluarkan beberapa skema kebijakan yang subtansial, bukan hanya pembukaan lahan baru untuk pertanian agar keinginan untuk memenuhi stok bahan pangan terpenuhi.
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menyarankan beberapa langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk keluar dari defisit bahan pangan dan bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional.
“Pertama, pemerintah di semua tingkatan dari pemerintah pusat hingga desa harus memastikan masyarakat tidak melakukan panic buying yang bisa menimbulkan gejolak pangan. Panic buying bisa mengganggu skema kebijakan pangan yang dicanangkan pemerintah”, ungkap Arjuna (01/05/2020)
Kedua, menurut Arjuna selain panic buying, GMNI juga menyarankan pemerintah untuk tegas menindak para pedagang yang memanfaatkan situasi pendemi ini untuk mengeruk keuntungan dengan menimbun pasokan dan memainkan harga melalui kartel.
“Pemerintah juga harus tegas kepada pedagang jika terbukti menimbun pasokan dan memainkan harga melalui kartel. Artinya, pemerintah harus menertibkan alur distribusi pangan. Bila perlu ada sanksi yang tegas. Sehingga tidak menyebabkan gejolak”, tambah Arjuna
Selain itu, Arjuna juga menyampaikan hal yang penting untuk mendukung pertumbuhan produksi pangan nasional yaitu tidak adanya pemotongan anggaran sektor pertanian akibat relokasi Covid-19 baik di level APBN maupun APBD. Pasalnya, menurut Arjuna dalam perubahan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020, anggaran Kementan diketahui dipangkas sekitar Rp3,61 triliun menjadi Rp17,44 triliun, dari sebelumnya Rp21,05 triliun.
“Pemangkasan anggaran sektor pertanian akibat relokasi Covid-19 baik di level APBN maupun APBD bisa menambah beban berat sektor pertanian kita dalam menangani ketersediaan pangan saat pandemi corona. Ini akan berdampak pada berkurangnya bantuan sarana produksi, seperti alat dan mesin pertanian, benih/bibit, pupuk, pakan ternak, obat/vaksin hewan, dan lainnya untuk petani kita. Dan ini justru langkah yang kontraproduktif”, tegas Arjuna
Terakhir yang tak kalah penting menurut Arjuna, untuk menstabilkan pasokan pangan dalam negeri pemerintah perlu melakukan kerjasama global ditengah kacaunya mata rantai pasokan komoditas secara global akibat kebijakan isolasi nasional negara-negara di dunia atasi Covid-19. Karena menurut Arjuna, ada beberapa komoditas pangan yang memang kapasitas produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional yang semakin meningkat, seperti gula misalnya.
“Kerjasama global sangat penting ditengah kacaunya mata rantai pasokan global akibat kebijakan isolasi nasional (lockdown). Terutama untuk memenuhi stok bahan pangan yang tak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri seperti gula sebagai imbas penurunan luas areal perkebunan tebu kita. Solusi daruratnya, kerjasama global”, tutup Arjuna