JAKARTA, Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML) Djunaidi Nur mengakui memberikan mobil Jeep Rubicon kepada Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yana Rady, dengan alasan untuk meningkatkan motivasi kerja. Pengakuan ini disampaikan Djunaidi saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi kerja sama pengelolaan kawasan hutan PT Inhutani V tahun 2024–2025.
“Saya berpikiran, dia kalau gitu (dikasih) Rubicon enggak apa-apalah. Jadi termotivasi jadi semangat kayaknya, Yang Mulia,” ujar Djunaidi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
Djunaidi mengatakan ia melihat Dicky beberapa kali tampak “lemas” dalam menjalankan tugasnya. Ia menilai pemberian hadiah dapat menjadi pemantik semangat.
“Saya tahu Pak Dicky punya kemampuan itu. Cuma setelah sekian tahun lemes, Yang Mulia. Lemes itu kerja capek, terus enggak ada hasilnya,” kata Djunaidi.
Menurutnya, Dicky mulai kembali bersemangat setelah terbit sebuah surat dari Kementerian Lingkungan Hidup, meski ia tidak merinci surat yang dimaksud.
“Semangat itu kadang mahal harganya, Yang Mulia. Saya kepikiran ini kalau dikasih ini mungkin dia semangat,” tambahnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Dicky Yana Rady mengakui menerima sejumlah pemberian dari Djunaidi, termasuk 10.000 dolar AS untuk membeli stik golf serta uang 189.000 dolar Singapura. Namun, Dicky membantah bahwa Rubicon merah yang kini telah disita KPK berasal dari Djunaidi, dan menyebut mobil itu dibeli menggunakan gajinya.
Saat ini Dicky telah ditetapkan sebagai tersangka, meski berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tonny Pangaribuan menjelaskan bahwa Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra, yang merupakan asisten pribadi Djunaidi dan staf perizinan PT Sungai Budi Group, memberikan suap kepada Dicky dengan tujuan agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V.
“Suap diberikan supaya Dicky dapat mengondisikan agar PT PML tetap dapat bekerja sama dalam pemanfaatan kawasan hutan register 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung,” ujar JPU dalam pembacaan dakwaan.
Total suap yang diberikan mencapai 199.000 dolar Singapura, setara Rp2,55 miliar dengan kurs Rp12.800 per dolar Singapura.
Kasus ini merupakan bagian dari penindakan KPK terhadap dugaan korupsi terkait pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan pejabat BUMN kehutanan serta pihak swasta.







