Di Balik Bisnis Luhut Ada Peran Aburizal Bakrie dan Purnomo Yusgiantoro

Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan menjawab wartawan usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (19/7) sore. (Foto: OJI/Humas Setkab)

Luhut pun menjual sahamnya di Bumi Resources untuk menjadi modal usaha PT Toba Bara Sejahtera (TBS)

JAKARTA, Seiring lengsernya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari kursi kepresidenan, 23 Juli 2001, Luhut Binsar Panjaitan praktis ikut tersingkir. Ketika ada tawaran kembali masuk kabinet di bawah Presiden Megawati, dia menampik karena alasan solider kepada Gus Dur.

Read More

Tapi andai kemudian dia ditawari menjadi duta besar, Luhut sebetulnya tak akan menolak. Tapi tawaran itu tak pernah datang.

Luhut pun akhirnya terpikir untuk mulai berbisnis. Maklum, kala itu dia cuma punya tabungan Rp 10 miliar, padahal Politeknik Informasi Del yang didirikannya di Sumatera Utara tentu butuh biaya operasional tak kecil. Dari situlah Luhut kemudian akhirnya terpaksa menerima tawaran Aburizal Bakrie menjadi penasihat dengan kompensasi sejumput saham di Bumi Resources.

Beberapa tahun berselang, ia bertemu dengan Purnomo Yusgiantoro, menteri ESDM di pemerintahan SBY-JK. Di sela-sela perbincangan, Purnomo menawari Luhut konsesi tambang batu bara di Kalimantan. Tanpa berpikir panjang dengan antusias dia menerima tawaran tersebut.

Luhut pun menjual sahamnya di Bumi Resources untuk menjadi modal usaha PT Toba Bara Sejahtera (TBS) yang baru didirikannya. Untuk mengelola perusahaan tersebut, dia merekrut adik sepupunya, Justarina Sinta Marisi Naiborhu.

Pada Juli 2011, dia terbang ke New York untuk mengajak pulang keponakannya, Pandu Sjahrir, ikut mengelola TBS. Di New York, putra sulung ekonom Dr Shahrir itu bekerja sebagai Hedge Fund Manager di Maitlin & Petterson.

“Saya lupa menanyakan berapa gaji yang akan saya terima, Tulang Luhut hanya menggaji saya sepersepuluh dari gaji saya di sana,” kenang Pandu dalam buku ‘Luhut’ karya Noorca M. Massardi.

Berkat duet Justarina dan Pandu serta sejumlah profesional lainnya, pada 6 Juli 2012, TBS tercatat di lantai bursa. Dengan melepas 10,5% dari total saham ke public, TBS meraup dana Rp 400 miliar.

Jumlah pegawai yang semula cuma 15 orang, TBS berkembang dan beranak pinak menjadi perusahaan yang juga mengelola perkebunan sawit, pembangunan dan pengelolaan pembangkit listrik, properti dan infrastruktur.

Sejak beberapa waktu lalu, Pandu merekomendasikan kepada Tulangnya itu agar TBS berubah dari semula berbasis batu bara menjadi bisnis investasi untuk energi terbarukan, dan industri motor listrik bersama Gojek.

“Ke depan, diharapkan seluruh mitra Gojek akan memakai kendaraan listrik, termasuk dengan baterainya,” kata Pandu.

Energi terbarukan dan kendaraan listrik, dia melanjutkan, akan dapat membantu membersihkan kualitas udara di Jabodetabek dan Indonesia umumnya.

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Reply