JAKARTA, Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, menegaskan komitmen kuat bahwa negara harus hadir untuk menjamin seluruh biaya pengobatan saksi dan korban tindak pidana. Hal ini disampaikannya saat kunjungan kerja Komisi XIII ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Sabtu (26/04/2025).
Kunker ini dalam rangka penyerapan aspirasi terkait Revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014.
“Negara harus hadir untuk menjamin seluruh biaya pengobatan saksi dan korban. Dalam Revisi UU ini, kami memastikan agar pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah bisa diakses saksi dan korban tanpa dipersulit dan tanpa prosedur yang bertele-tele,” ujar Sugiat kepada Parlementaria.
Dalam kesempatan tersebut, Komisi XIII juga berdialog langsung dengan para korban dan penyintas dari berbagai kasus, salah satunya Chusnul Chotimah, penyintas tragedi Bom Bali I. Chusnul mengungkapkan kekhawatirannya terkait isu efisiensi anggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang menurutnya sangat berperan penting dalam proses pemulihan para penyintas.
“Saya menyampaikan pesan dari teman-teman penyintas Bom Bali I, agar DPR dapat menimbang ulang soal efisiensi anggaran bagi LPSK ini, Pak. Selama ini, hanya LPSK yang benar-benar hadir untuk kami,” kata Chusnul.
Ia menambahkan, meskipun telah mendapatkan fasilitas Kartu Indonesia Sehat (KIS), bantuan tersebut belum sepenuhnya menjawab kebutuhan medis para korban. “KIS itu tidak mengcover semua, seperti penyakit kulit akibat luka bakar. LPSK yang akhirnya meng-cover seluruh kebutuhan medis kami, bahkan hingga ke obat-obatannya,” jelasnya.
Chusnul juga berbagi kisah tentang bagaimana kompensasi dari LPSK membantunya tetap bertahan hidup di tengah keterbatasan fisik yang dialaminya pasca peristiwa Bom Bali I. “Saya cacat, Pak. Tidak bisa melamar pekerjaan normal. Tapi dengan kompensasi dari LPSK, kami bisa membuka usaha dan bertahan hidup,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Sugiat memastikan bahwa efisiensi anggaran yang direncanakan tidak akan menyentuh layanan inti terhadap saksi dan korban. “Efisiensi hanya menyasar hal-hal seperti perjalanan dinas yang tidak perlu dan belanja alat kantor. Untuk layanan kepada saksi dan korban, kami pastikan tidak akan terganggu,” tegasnya.
Komisi XIII menegaskan bahwa semangat dalam Revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban adalah memperkuat kehadiran negara dalam mendukung pemulihan para penyintas keadilan.