JENEWA, Populasi empat spesies tuna yang paling banyak ditangkap secara komersial menunjukkan tanda-tanda pemulihan, namun naiknya permukaan air laut membuat komodo kini digolongkan sebagai hewan genting dalam Daftar Merah spesies hewan berisiko punah.
Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN) yang menyusun daftar tersebut juga tengah meningkatkan pemantauan spesies laut seperti karang dan siput laut dalam untuk melihat bagaimana mereka terdampak perubahan iklim dan ancaman lain seperti penambangan di laut dalam.
“Spesies laut cenderung ditelantarkan karena mereka berada di dalam air dan orang sungguh tak memperhatikan apa yang terjadi pada mereka,” kata Craig Hilton-Taylor, kepala unit Daftar Merah IUCN.
Namun ketika kuota tangkapan dan upaya membidik penangkapan ikan ilegal menunjukkan tanda-tanda keberhasilan, prospek bagi tuna tampaknya meningkat.
Tuna sirip biru Atlantik, predator besar berdarah panas yang suka berpindah-pindah dan harganya mencapai ribuan dolar, melompat tiga kategori dari “genting” (endangered) menjadi “risiko rendah” (least concern) dalam daftar tersebut, meskipun populasinya di sejumlah wilayah masih sangat sedikit.
Tuna sirip biru selatan juga membaik dari “kritis” (critically endangered) menjadi “genting”, sementara tuna albakora dan tuna sirip kuning diklasifikasikan sebagai “risiko rendah”.
“Tuna adalah sebuah kabar baik – mereka menunjukkan apa yang bisa dilakukan,” kata Hilton-Taylor.
IUCN pada Sabtu merilis laporan tentang 138.374 spesies tanaman, hewan dan jamur, yang lebih dari seperempatnya kini terancam punah.
Komodo pindah ke kategori genting. Kadal terbesar di dunia itu terlindungi dengan baik di Pulau Komodo, Indonesia, namun kenaikan muka air laut akibat pemanasan global diduga akan mengurangi habitatnya, kata IUCN.
“Gagasan bahwa hewan prasejarah ini selangkah mendekati kepunahan akibat perubahan iklim mengerikan,” kata Andrew Terry, direktur konservasi Masyarakat Zoologi London.
Dia menyerukan tindakan untuk melindungi alam dalam konferensi iklim di Glasgow pada November.
IUCN juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap hiu dan pari yang bernasib kurang baik ketimbang tuna.
“Sekarang kita harus mengambil contoh itu (tuna) dan mencoba menerapkannya di industri hiu,” kata Hilton-Tylor.
Dia mengatakan tren hiu dan pari “bergerak ke arah yang salah”.
Sekitar 37 persen spesies kedua hewan itu kini mendekati kepunahan. Bandingkan dengan amfibi (33 persen), mamalia (26 persen) dan unggas (12 persen).
IUCN mengatakan tahun lalu bahwa sejenis hiu yang secara formal baru saja ditemukan mungkin sudah punah.
Laporan perkembangan terkini dirilis oleh IUCN dalam sebuah konferensi tentang konservasi di Marseilles, Prancis.
Sumber: Reuters