JAKARTA, Pemerintah terus mendorong pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Frans Teguh, mengatakan pemerintah ingin agar semua destinasi di dalam negeri menerapkan pariwisata berkelanjutan.
Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk bekerja sama dengan pihak yang memantau, mengukur dan memonitor standard, penerapan kriteria serta indikator pariwisata berkelanjutan agar terbukti terukur secara baik.
“Caranya kami mencoba merangkul berbagai pihak, termasuk universitas-universitas untuk menjadi pusat monitoring,” kata Frans dalam bincang-bincang daring Planet Tourism Indonesia, Rabu (22/9).
Dia menyebutkan beberapa observatorium pariwisata di Indonesia untuk program Sustainable Tourism Observatory, yakni Institut Teknologi Bandung, Universitas Udayana dan Universitas Gadjah Mada.
“Ini signifikan agar pembangunan pariwisata kita menggunakan prinsip kriteria pariwisata berkelanjutan,” katanya.
Pengakuan dan apresiasi untuk pihak-pihak pengelola pariwisata yang sudah menerapkan prinsip ini juga penting. Sertifikasi ini sudah diberikan kepada beberapa tempat wisata, termasuk desa wisata. Tujuan wisata yang mendapatkan sertifikasi ini dipastikan memang sesuai dengan standard dan kriteria yang sudah ditetapkan.
“Kita berharap seluruh proses pariwisata berkelanjutan dari produksi hingga konsumsi benar-benar menjadi kebutuhan industri pariwisata,” katanya.
Program-program yang sejalan dengan strategi ini telah dilakukan oleh pemerintah, termasuk wisata kesehatan dan wisata kebugaran yang ingin dikembangkan Indonesia.
Sejak pandemi pariwisata di Indonesia sempat mengalami pasang surut, hal ini turut dirasakan oleh masyarakat lokal di daerah destinasi tertentu. Bali misalnya, mengutip riset GIPI, di tengah pandemi sempat mengalami angka penurunan pengunjung hingga 93,24 persen. Fenomena ini menjadi dorongan bagi pemangku kepentingan untuk membangkitan kembali pariwisata Indonesia pasca pandemi.
Randy Durband, CEO Global Sustainable Tourism Council, mengatakan dalam sesi bincang-bincang daring, Rabu (22/9), “Kunci yang sangat penting menuju keberlanjutan pasca COVID-19 adalah introspeksi dan melihat ke dalam. Pariwisata benar-benar sangat rapuh, namun di sektor pariwisata, pengunjung selalu datang kembali. Terlepas dari segala macam kesulitan seperti bencana alam yang dapat mengganggu pariwisata dan tujuan spesifiknya.”
Liz Ortiguera, CEO Pacific Asia Travel Association berpendapat pariwisata berkelanjutan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari aspek ketahanan. PATA (Pacific Asia Travel Association) adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang pariwisata di wilayah Asia Pasifik sejak 1951. Sejak 1975, PATA telah bekerjasama dengan pemerintah Bali melalui Asia Division untuk membangkitkan potensi pariwisata lokal.
“Sustainability adalah kata yang sering digunakan di dunia pariwisata, sementara ketahanan adalah dasar dari sustainability. Ketahanan yang dimaksud adalah destinasi memiliki kapasitas dan tidak berdampak negatif,” kata dia.
Bagi Liz, ketahanan yang harus dimiliki destinasi untuk mampu bangkit pasca pandemi adalah ketahanan lingkungan, kesehatan dan keselamatan, masyarakat, ekonomi, dan pengunjung destinasi.
“Sustainability berarti menjaga, bagaimana destinasi Anda menjaga keseimbangan ekosistem yang Anda miliki. Sementara ketahanan adalah bagaimana kita menyikapi setiap dampak negatif yang berpotensi datang”, tambah Liz.
Mengubah tantangan jadi kesempatan adalah cara untuk berupaya bangkit di tengah situasi sulit yang telah berlangsung dua tahun.
Gusti Kanjeng Ratu Bendara, putri bungsu Sri Sultan Hamengkubuwono X, berbagi strategi sektor pariwisata di Keraton Yogyakarta selama pandemi.
Penghageng KHP Nityabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat menuturkan sepinya pengunjung karena pembatasan kerumunan dimanfaatkan untuk merenovasi bangunan dan mengidentifikasi barang-barang untuk memperbarui data mereka. Dengan memperbaiki dan merenovasi interior museum, pihaknya optimistis bisa menyambut pengunjung tahun depan dengan suguhan baru dan segar.
“Museum Karaton per tahun didatangi 600.000 orang, saat pandemi jadi lebih longgar, bisa merenovasi bangunan di sana,” katanya.
Museum Karaton Yogyakarta punya empat unit museum di kompleks berbeda, yakni Kompleks Museum Kedhaton, Kompleks Museum Pagelaran, Museum Kereta dan Taman Sari. Hingga 2022, renovasi dan rehabilitas dilakukan di area Kedhaton secara bergantian. Museum Lukisan di kompleks Museum Kedhaton akan “relaunching” pada Oktober 2022.
Pembatasan jumlah pengunjung untuk mencegah kerumunan membuat museum ini hanya bisa didatangi maksimal 25 orang dalam satu sesi.
Sementara Museum Pagelaran yang dekat Alun-Alun Utara masih ditutup hingga akhir tahun karena renovasi dan akan kembali dibuka dengan tema “Kraton untuk Indonesia”. Museum Kereta, dulunya kompleks garasi kereta dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, rencananya akan direnovasi tahun depan pada Februari-Juli 2022. Koleksi kereta kuda hingga peralatan berkuda di museum ini secara temporer akan diperlihatkan di Museum Pagelaran selama renovasi berlangsung.
Untuk mendekatkan diri dengan pengunjung dan beradaptasi dengan zaman, Keraton Yogyakarta beberapa tahun terakhir sudah membuka diri dengan media sosial.
“Ini mungkin terlihat gampang, tetapi ini merupakan satu loncatan jauh. Kami tidak mau lagi dianggap tertutup dan misterius, kami ingin memberikan edukasi tentang kebudayaan,” ujar dia.
Instagram menjadi tempat berbagi informasi mengenai budaya kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Melalui digitalisasi, citra kuno yang melekat kepada museum dan budaya tradisional dan museum ingin diubah sepenuhnya.
Konten-konten budaya yang menarik juga disuguhkan kepada masyarakat melalui saluran YouTube. Edukasi-edukasi budaya terkait tata krama di dalam keraton ditampilkan lewat video pendek agar masyarakat semakin mengenal budaya di sana.