Berburu Investor Muda di Kota Gudeg

banner 468x60

Kulon Progo

Sejak akhir 2010 Dominicus Wahyu Budi Kristiawan, mahasiswa jurusan Manajemen Keuangan, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta telah membiasakan diri membaca pelbagai artikel soal saham, obligasi atau apapun yang berbau pasar modal. Dia melahap berita dari koran, majalah, siaran televisi sampai seminar-seminar soal investasi. “Sudah setahun ini belajar mengenai saham dan cara berinvestasi di pasar modal. Namun, saya baru mulai mempraktekkannya tiga bulan terakhir,” ujarnya saat ditemui di Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW.

Read More
banner 300x250

Domi, bersama empat temannya sampai harus mengumpulkan modal secara patungan untuk mempraktekkan ilmu pasar modalnya. “Awal investasi, kami memilih investasi saham energi. Sayangnya, setelah beli harganya langsung anjlog. Maka, kami menunggu hingga harganya membaik,” jelasnya. Saat ini, Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW menawarkan program investasi hanya Rp 1 juta bagi mahasiswa UKDW. Pojok BEI ini bekerja sama degan Galeri Pasar Modal Reliance Securities.

Lain Domi, lain pula dengan Priscilla Raisa Susanti. Mahasiswa angkatan 2009 ini mengaku belum berani berinvestasi. Meski begitu, setahun belakangan dia selalu menyempatkan diri datang ke Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW. Dia mengaku berminat berinvestasi, tetapi sedang mengumpulkan uang. Priscilla mulai tertarik dengan pasar modal saat duduk di bangku semester dua ketika ada program Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) di Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW. “Susah-susah gampang ya. Tergantung seseorang menggali informasi. Makanya, sering ke sini untuk mengetahui pergerakannya,” paparnya.

Program Pojok BEI memang berupaya menjemput investor baru terutama kalangan akademis. Tak hanya berbagi informasi, Pojok BEI mengakomodir praktik langsung investasi dengan modal awal yang kecil, sesuai kantong mahasiswa. Nilainya juga beragam, ada yang menetapkan minimal Rp 1 juta, ada yang Rp 2 juta. Toh sekarang, dengan online trading banyak yang menawarkan pembukaan rekening antara Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.

Saat ini, Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW mempunyai 57 klien dengan omzet rata-rata Rp 400 juta perbulan. Jumlah pengunjung galeri ini sekitar 300 orang setiap bulan. “Awalnya jumlah yang ke sini lebih banyak. Sekarang, investor bisa membuka grafik, dan online trading di komputernya, asalkan terkoneksi dengan internet,” kata Kepala Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW, Ririn Safitri.

Menurut Ririn,  pengenalan sejak dini mengenai pasar modal sangatlah penting. Dengan begitu, masyarakat mengetahui manfaat dan resiko berinvestasi jangka panjang. Pojok BEI 3 in 1 Gallery UKDW membuat program pelatihan pasar modal dari tingkat basicintermediate, dan advance. Ditegaskan Ririn, program tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa saja. Tetapi juga berlaku untuk siswa sekolah, dan masyarakat umum.

Ririn mengungkapkan, bagi mereka yang ingin terjun ke pasar modal ada baiknya sudah memiliki bekal informasi, baik fundamental, teknikal, dan rumor untuk meminimalkan resiko. Karena untuk berinvestasi semakin banyak keuntungan yang didapat, maka resiko yang akan ditanggung pun lebih besar. Berdasarkan catatannya, investor di Pojok BEI UKDW cenderung, karena lebih banyak memilih saham, dibandingkan obligasi dan reksadana. “Saham lebih banyak memberikan keuntungan ya, meski resikonya juga besar. Tetapi untuk jangka panjang saham menjadi pilihan,”tutupnya.

Domi, dan Cilla merupakan sebagian kecil mahasiswa yang tertarik terjun ke pasar modal. Saat ini animo masyarakat, baik mahasiswa maupun umum terhadap pasar modal cukup tinggi Investor lain, Yohannes Tunjung mengaku sudah bermain saham sejak tahun 2006. Saat itu, dia belajar soal trading ketika menjadi wartawan sebuah media di Yogyakarta dan ini memberi peluang untuk belajar banyak dengan perusahaan sekuritas. Terutama proses pembelian saham, saat yang tepat untuk menjual atau membeli dan masih banyak lainnya.

Secara teknis, hal-hal itu patut juga diberikan kepada calon investor. Simulasi adalah cara yang tepat, bagaimana dia harus menguasai moment untuk berjualan, berinvestasi atau menarik dulu investasinya,” ungkap Tunjung, yang kini bekerja di sebuah perusahaan swasta. Baginya investasi di pasar modal tidaklah merugikan, karenanya saat mendengar ada investor yang mengalami rugi, dia bisa memprediksikan adanya kesalahan dari sang investor.

Bisa kurang mendalami analisa, kurang menguasai rumor atau informasi atau memang kurang beruntung,” ujar dia. “Yang perlu diperhatikan, komunitas ini sebenarnya sangatlah besar dan mereka bisa saling sharing, membagi informasi dan menjadi media yang tepat untuk belajar soal pasar modal, selain cara lain seperti belajar langsung ke perusahaan sekuritas, ke lembaga PIPM ataupun lembaga swasta lainnnya,” kata Tunjung memberi sedikit saran.

Seperti yang dialami oleh Bambang Widodo, pendiri Jogja Stock Club. Sebelum dia menekuni soal pasar modal, awal masuk berinvestasi dia sempat tertipu oleh broker yang tidak bertanggung jawab. Namun, kerugian yang dialami tidak membuat Bambang mengurungkan diri untuk masuk dan belajar lebih banyak soal pasar modal. Kerugian yang dialami justru menjadi pemicu dirinya untuk belajar lebih banyak lagi. Dia membeli banyak buku soal pasar modal, cara berinvestasi serta bagaimana menganalisa secara teknikal dan fundamental.

Kini Lewat lembaganya, Bambang mengajak masyarakat untuk belajar lebih detail soal pasar modal agar bisa berinvestasi dan tidak mengalami kerugian. Karena begitu rugi, maka kepercayaan masyarakat terhadap investasi model ini akan runtuh. Walaupun sebenarnya,imbuh Bambang, semuanya tergantung dari masing-masing investor. “Seorang investor tentu saja harus memahami dan menganalisa secara teknikal dan fundamental. Kami mengajarkan calon investor untuk menguasai itu lewat Jogja Stock Club ini,” imbuh mantan karyawan sebuah perusahaan di Aceh ini.

Mendobrak Budaya

Mungkin inilah hubungan antara budaya dan bisnis. Di Jogjakarta, karakter warganya yang lebih santai dan kurang mempunyai jiwa risk taker rupanya turut mewarnai perkembangan bisnis pasar modal di sana. Namun itu dulu dan selalu saja ada cara untuk mengakali situasi itu terutama berkat program ‘jemput bola’ regulator dan sejumlah broker. Banyak sekuritas kini mulai menyingkir dari fenomena berburu ‘di kebun binatang’ dengan ‘senapan’ fee trading murah lewat perdagangan saham via internet atau online trading.

Beberapa broker sengaja membuka kelas kursus dengan kurikulum pengenalan pasar modal seperti yang terjadi di Jogjakarta. “Banyak anggota bursa (AB) yang membuka cabang di sini, karena membidik calon investor anak-anak muda atau mahasiswa,”  kata Pimpinan cabang Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Yogyakarta, Irfan Noor Reza.

Status Yogyakarta sebagai kota pelajar cukup membantu. Irfan mengungkapkan, rata-rata latar belakang pendidikan yang lebih baik memudahkan program edukasi investasi di pasar modal. Meski sasarannya investor retail, AB juga tidak luput menyasar segmen premium dan korporasi. Hingga Oktober 2011, jumlah investor telah mencapai 3.792 dengan nilai transaksi setiap bulan di atas Rp 260 miliar. Angka ini naik signifikan meskipun PIPM Yogyakarta baru beroperasi awal 2010.

PIPM Yogyakarta, bersama sembilan sekuritas melakukan pameran di mal-mal, dan ternyata animo masyarakat cukup tinggi,” ujar Irfan “Banyak perusahaan sekuritas yang mampu menambah investor baru, meski tetap mengandalkan investor ritel.”

Branch Manager PT Mega Capital Indonesia (MCI) cabang Yogyakarta, Rika Meirawati mengaku, awalnya Mega Securitas lebih banyak membidik calon nasabah dari kalangan masyarakat umum. Tetapi melihat peluang yang cukup besar dari nasabah ritel dari kalangan kampus, membuat Rika berpikir untuk menyasar segmen tersebut. Apalagi untuk Yogyakarta, mayoritas masyarakat adalah dari dunia kampus.

Ternyata benar, segmen mahasiswa memberikan kontribusi signifikan. Terutama sisi target penambahan jumlah nasabah. Dari sisi nilai transaksi memang tidaklah besar,” kata Rika.

Rika optimistis mampu menyasar pasar Yogyakarta, karena dana yang dimiliki sebenarnya cukup tinggi, namun selama ini rata-rata masyarakat lebih memilh menaruhnya di bank. Cara ini memang tidak salah, hanya dibutuhkan strategi lain untuk memaksimalkan uangnya dengan berinvestasi. “Lihat saja, perbankan terus membuka cabangnya di sini (Yogyakarta, Red). Itu artinya, potensi dana pihak ketiga (DPK) dari masyarakat sangatlah besar,” tegas perempuan yang pernah bekerja di beberapa sekuritas ini.

16 Cabang Sekuritas di Kota Gudeg

PT Anugerah Securindo Indah, BNI Securities, Danareksa Securities, Pasific Capital, Reliance Securities, Sinarmas Sekuritas, Valbury Asia Securities, eTrading Securities, Trimegah Securities, Mega Capital Securities, Evergreen Capital, Batavia Prosperindo Sekuritas, Sucoinvest Central Gani, OSO Securities, First Asia Capital dan UOB Kay Hian Securities.

Chart

No

Bulan

Jumlah Investor

(2010)

Jumlah Investor

(2011)

Nilai Transaksi

(2010)

Nilai Transaksi

(2011)

1

Januari

2.584

3.229

280.090.475.500

299.730.473.500

2

Februari

2.622

3.312

185.206.644.500

130.004.271.800

3

Maret

2.646

3.375

248.236.358.500

195.950.727.450

4

April

2.671

3.435

330.967.407.500

167.292.687.500

5

Mei

2.720

3.466

264.964.757.000

260.358.247.150

6

Juni

2.737

3.497

311.595.425.300

210.479.054.250

7

Juli

2.775

3.559

239.854.315.500

278.722.557.950

8

Agustus

2.807

3.666

163.688.087.500

366.726.144.500

9

September

2.828

3.725

245.762.709.500

265.677.709.970

10

Oktober

2.878

3.792

291.655.010.000

264.790.881.250

11

November

2.921

Data belum final

184.123.965.500

12

Desember

2.938

Data belum ada

83.722.983.000

 Sumber : PIPM Yogyakarta

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply