JAKARTA, Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan baru Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump berpotensi meningkatkan inflasi di negara tersebut. Dampaknya, ketidakpastian ekonomi global bisa memengaruhi aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) BI, Juli Budi Winantya, menjelaskan bahwa terdapat tiga kebijakan utama yang berkontribusi terhadap lonjakan inflasi di AS.
1. Kebijakan Tarif Impor
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Trump diperkirakan akan mendorong kenaikan harga barang dan jasa di AS. Ini berpotensi meningkatkan inflasi dari sisi harga barang, baik domestik maupun impor.
“Tentunya akan membuat inflasi AS, yang sebelumnya didorong oleh permintaan, akan semakin tinggi. Dari sisi tarif, ini juga akan mendorong inflasi AS lebih tinggi,” kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan BI di Banda Aceh, Jumat (7/2).
2. Pemotongan Tarif Pajak Korporasi
Kebijakan pemotongan tarif pajak korporasi oleh Trump turut berperan dalam mendorong permintaan domestik yang lebih tinggi. Hal ini, menurut BI, juga akan meningkatkan defisit fiskal AS, yang membutuhkan pembiayaan lebih besar. Defisit yang meningkat menyebabkan kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
“Pemotongan pajak menyebabkan defisit meningkat, yang berarti AS harus melakukan pembiayaan lebih besar,” ungkap Juli.
3. Kebijakan Deportasi dan Pengetatan Tenaga Kerja Ilegal
Kebijakan deportasi atau pengetatan terhadap tenaga kerja ilegal diperkirakan akan memperketat pasar tenaga kerja di AS. Ini dapat menyebabkan kenaikan biaya tenaga kerja dan berpotensi meningkatkan tingkat inflasi.
Kombinasi dari ketiga kebijakan ini menyebabkan ketidakpastian terkait ekspektasi penurunan suku bunga acuan (Federal Funds Rate/FFR) di AS. Akibatnya, negara berkembang, termasuk Indonesia, merasakan dampak berupa perubahan aliran modal.
Dengan imbal hasil obligasi AS yang lebih menarik, terjadi pergeseran aliran modal dari negara berkembang ke AS. Hal ini menyebabkan berkurangnya capital inflows ke negara berkembang dan meningkatkan potensi outflows dari pasar negara berkembang.
Dampak dari kebijakan ekonomi Trump ini mengindikasikan pentingnya kewaspadaan terhadap fluktuasi ekonomi global yang bisa mempengaruhi kestabilan pasar negara berkembang, terutama dalam hal aliran modal dan inflasi. Bank Indonesia terus memantau situasi ini guna mengantisipasi potensi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.