JAKARTA, Konflik Iran-Israel menjadi sorotan serius di parlemen. Anggota Komisi VII DPR RI Zulfikar Hamonangan menilai krisis geopolitik di Timur Tengah berpotensi besar mengguncang ketahanan energi nasional.
Ia pun menyebut kinerja Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) belum optimal dalam menghadapi tantangan global.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian ESDM, SKK Migas, BPH Migas, dan PT Pertamina di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/6), Zulfikar menegaskan bahwa penutupan Selat Hormuz akibat konflik dapat menimbulkan dampak signifikan terhadap distribusi energi di Indonesia.
“Kalau Selat Hormuz ditutup, kita harus alihkan rute melalui Selat Panama yang butuh waktu tiga hari lebih lama. Ini akan meningkatkan biaya angkut dan pasti berdampak pada harga BBM dan gas, terutama yang bersubsidi,” ujarnya.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen kebutuhan gas nasional masih bergantung pada impor, khususnya dari Amerika Serikat. Ketergantungan ini dinilai berisiko tinggi, terutama di tengah ketegangan global yang kian memanas.
Selain isu impor, Zulfikar juga menyoroti rendahnya angka lifting migas nasional. Dengan cadangan minyak sebesar 3,6 miliar barel, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 600 ribu barel per hari.
“Bandingkan dengan Malaysia yang hanya punya 2,5 miliar barel cadangan, tapi bisa lifting hingga 650 ribu barel per hari. Ini menunjukkan ada masalah serius dalam pengelolaan migas kita,” tegasnya.
Ia mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Migas dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di sektor energi. Menurutnya, pembenahan tata kelola dan strategi eksplorasi perlu segera dilakukan untuk mengejar ketertinggalan.
Dalam pernyataan yang cukup tegas, Zulfikar menyebut BPH Migas belum menunjukkan kesiapan dalam mengantisipasi krisis energi global. Ia menilai lembaga tersebut gagal membangun skenario cadangan migas nasional jika terjadi kondisi darurat atau force majeure.
“Kalau tidak mampu, lebih baik mundur. Ketahanan energi kita sangat krusial di tengah ketidakpastian global. Tetapi kita bahkan tidak punya cadangan keuangan untuk antisipasi situasi darurat,” katanya.
Zulfikar mengajak seluruh pemangku kebijakan untuk mengevaluasi menyeluruh sektor migas nasional.
Ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor, dialog dengan para ahli, dan belajar dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dalam mengelola sumber daya alam secara efisien.