Wacana Pilkada Lewat DPRD, Presiden Prabowo Dorong Efisiensi Sistem Politik

JAKARTA, Presiden Prabowo Subianto menyarankan perubahan sistem politik di Indonesia dengan mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) alih-alih dipilih langsung oleh rakyat. Usulan ini didasarkan pada tingginya biaya politik dalam sistem saat ini, yang dianggap tidak efisien dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Mochammad Afifuddin, menyatakan bahwa KPU akan tetap menjalankan aturan yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa diskusi terkait mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukanlah hal baru di Indonesia. Menurutnya, evaluasi dan diskursus semacam ini penting untuk menentukan langkah terbaik berdasarkan amanat undang-undang.

Read More

“Kami sebagai penyelenggara hanya menjalankan aturan yang ada. Apa pun hasilnya nanti, harus berlandaskan undang-undang yang menjadi bagian dari prolegnas,” ujar Afifuddin di Jakarta, Jumat (13/12/2024).

Sejumlah partai politik mendukung gagasan Prabowo. Ketua Fraksi PKB DPR RI, Jazilul Fawaid, menyatakan bahwa perbaikan sistem politik merupakan langkah yang sejalan dengan visi partainya. Ia mengusulkan agar pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRD, mengingat otonomi daerah lebih terfokus di kabupaten/kota.

“Pemilihan gubernur oleh DPRD lebih efisien dan sejalan dengan konsep otonomi daerah. Selain itu, biaya politik dapat ditekan,” kata Jazilul.

Ketua DPP PAN, Saleh Partaonan Daulay, juga menyambut positif gagasan ini. Menurutnya, mekanisme pemilihan melalui DPRD pernah diterapkan dan hasilnya tetap efektif. “Yang terpenting adalah hasil kerja kepala daerah, bukan mekanisme pemilihannya,” ujarnya.

Menteri Hukum RI, Supratman Andi Agtas, menyebut wacana ini perlu dipertimbangkan secara serius. Ia menekankan bahwa pemilihan secara demokratis tidak harus melalui pilkada langsung, melainkan bisa dilakukan dengan cara lain yang lebih efisien.

“Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat mengurangi kerawanan sosial dan inefisiensi anggaran. Ini bukan kemunduran demokrasi, melainkan penyesuaian sesuai kebutuhan bangsa,” kata Supratman.

Meski mendapat dukungan dari berbagai pihak, perubahan mekanisme ini memerlukan revisi undang-undang dan aturan turunan lainnya. Proses ini tidak mudah, tetapi optimisme tetap ada karena dukungan politik dari koalisi pemerintah cukup kuat.

Di sisi lain, kritik muncul dari masyarakat yang mengkhawatirkan bahwa perubahan ini dapat mengurangi partisipasi rakyat dalam demokrasi. Kajian mendalam dan transparansi dalam proses evaluasi menjadi kunci untuk memastikan langkah ini tidak mengorbankan substansi demokrasi.

Related posts

Leave a Reply