JAKARTA, Revisi keempat atas Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) dinilai rentan menjadi jalan pintas bagi Indonesia untuk lebih cepat kehabisan cadangan sumber daya mineral logam dan nonlogam.
Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menjelaskan RUU Minerba—yang baru disahkan menjadi UU pada Selasa (18/2/2025) — akan menimbulkan lebih banyak pemain di sektor pertambangan nasional.
Tidak hanya badan usaha; koperasi, organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, usaha kecil dan menengah (UKM), hingga perguruan tinggi dapat menjadi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) maupun penerima manfaat dari industri berbasis sumber daya alam (SDA) ini.
“Dampaknya bagi pertambangan nasional adalah akan makin banyak izin tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah dan makin masifnya pembukaan lahan untuk tambang, serta makin masifnya produksi terutama komoditas tertentu,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (21/2/2025).
Kondisi tersebut, kata Rizal, pada akhirnya akan memengaruhi daya tahan cadangan SDA di Indonesia.
“Cadangan mineral tertentu karena sangat diperlukan dan menguntungkan akan cepat habis. Depletion rate-nya akan tinggi dan ini akan mengganggu neraca sumber daya dan cadangan. Akhirnya akan mengganggu daya tahan industri dalam negeri.”
Dia menilai cadangan mineral tertentu yang dibutuhkan untuk mendukung hilirisasi yang dicanangkan pemerintah juga akan terganggu, padahal ke depannya makin banyak negara yang memiliki sumber daya mineral akan kian protektif dengan memberlakukan larangan ekspor terhadap komoditas strategisnya.
Tidak hanya persoalan cadangan, aspek teknis dan pengawasan akan rawan ‘kedodoran’ dengan makin banyaknya aktor di sektor pertambangan.
Indonesia akan membutuhkan lebih banyak pengawas atau inspektur tambang untuk memastikan bahwa operasional tambang tersebut berjalan sesuai regulasi dan standar yang berlaku.
“Supaya tidak menimbulkan kecelakaan, serta aspek negatif bagi karyawan dan masyarakat. Juga memastikan kelestarian lingkungan dapat dipastikan dilakukan dengan baik dan sesuai regulasi yang ada.”
Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan industri pertambangan di Indonesia akan cenderung makin eksploitatif dengan adanya UU Minerba yang baru.
“Pertambangan akan makin eksploitatif karena makin banyak pihak yang masuk ke industri ini. Kompetisi makin meningkat dan ada potensi persaingan usaha yang tidak sehat karena tidak hanya BUMN dan BUMD yang dapat prioritas [untuk mengelola tambang] tanpa melalui lelang,” terangnya saat dihubungi, Jumat (21/2/2025).
Untuk itu, dia menyarankan agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus lebih ketat mengawasi praktik bisnis sektor pertambangan jika nantinya UU Minerba yang baru telah resmi diundangkan dan diimplementasikan.
Selain risiko persaingan usaha tidak sehat, Bisman mengkhawatirkan adanya ancaman baru terhadap lingkungan di sektitar areal pertambangan. Terlebih, beleid yang baru makin memudahkan berbagai pihak untuk mengelola tambang, padahal industri ini seharusnya sangat diatur ketat atau highly regulated.
Dengan demikian, Bisman meminta pemerintah untuk selektif dan objektif dalam memberikan lokasi tambang kepada pihak-pihak yang dianggap sebagai prioritas, seperti UKM, perguruan tinggi, maupun ormas keagamaan.
“Ini berpotensi besar terhadap penyimpangan dan terjadi KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Pengawasan harus dilakukan oleh pemerintah baik pada aspek teknis maupun manajerial. Selain itu juga pengawasan oleh penegak hukum terhadap potensi pemberian tambang kepada pihak yang tidak berhak dengan dalih prioritas, serta pengawasan terhadap potensi adanya persaingan usaha yang tidak sehat,” tuturnya.
DPR bersama pemerintah baru saja mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara awal pekan ini.
Keputusan diambil usai seluruh anggota DPR yang hadir mendengarkan hasil pembahasan Badan Legislatif (Baleg) dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan pemerintah.
Beberapa poin penting dalam revisi UU Minerba:
- Perbaikan pasal-pasal yang terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A.
- Pasal 1 angka 16 perubahan mengenai definisi studi kelayakan.
- Pasal 5 mengenai kewajiban pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum ekspor dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan badan usaha milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak.
- Pasal 35 ayat (5), Pasal 51 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 60 ayat (4) dan ayat (5) terkait dengan Perizinan Berusaha dan Mineral logam dan pemberian dengan cara prioritas WIUP Batubara mengikuti mekanisme sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh pemerintah pusat.
- Pasal 100 ayat (2) terkait dengan pelaksanaan Reklamasi dan pelindungan dampak Pascatambang bagi masyarakat dan daerah, Menteri melibatkan Pemerintah Daerah.
- Pasal 108 mengenai program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dengan penekanan pada masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan tambang dan masyarakat adat melalui:
- program tanggung jawab sosial dan lingkungan;
- pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang berada di wilayah pertambangan dalam kegiatan Pertambangan; dan
- program kemitraan usaha dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
- Pasal 169A memasukan ketentuan terkait dengan audit lingkungan.
- Pasal 171B terkait dengan IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dan terdapat permasalahan tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya berdasarkan hasil evaluasi pemerintah pusat, dicabut dan dikembalikan kepada negara.
- Pasal 174 ayat (2) terkait dengan pemantauan dan peninjauan undang-undang.
Detail Perubahan UU Minerba:
- Memuat kebijakan mengakselerasi keterlibatan berbagai pihak (koperasi, badan usaha kecil dan menengah, badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan keagamaan, dan melalui pemberian WIUP kepada BUMN, BUMD dan badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi);
- Memastikan penguatan dan kepastian pasokan bahan baku secara berkelanjutan dan efektif serta efisien khususnya bagi badan usaha milik negara yang mengemban usaha yang berorientasi dan menyangkut hajat hidup orang banyak;
- Mendorong percepatan pengelolaan kegiatan hilirisasi sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional; dan
- Mewujudkan pemerataan dan keadilan sehingga mencerminkan demokrasi ekonomi Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.